POLISI kembali menunjukkan kehebatannya membongkar pelaku teror bom. Karena itu, kita layak memberikan apresiasi yang tinggi kepada Polri.
Polri berhasil mengungkap pelaku bom bunuh diri di Kantor Polresta Cirebon sebagai Muhammad Syarif. Polri kemudian menangkap 19 tersangka pelaku teror bom buku.
Polri berkesimpulan motif Syarif sekadar balas dendam atas proses hukum oleh Polresta Cirebon terhadap pelaku dan kelompoknya yang merusak toko swalayan yang menjual minuman keras. Namun, polisi terus mengembangkan penyelidikan untuk memastikan apakah Syarif terkait dengan organisasi teroris tertentu.
Meski baru dapat mengungkap kasus teror buku sebulan kemudian, dari penangkapan para tersangka, Polri berhasil mencegah teror bom yang jauh lebih dahsyat lagi.
Polri berhasil mengorek informasi dari para tersangka bahwa jaringan mereka telah meletakkan rangkaian bom di kawasan Serpong, Tangerang, Banten. Polri berhasil menemukan bom Serpong tersebut dan menjinakkannya. Teror bom Serpong itu terdiri dari delapan paket bom yang beratnya mencapai 150 kilogram dengan teknologi peledakan yang canggih.
Menurut polisi, bom itu akan diledakkan dengan sistem timer. Jika sistem timer gagal, bom akan diledakkan melalui telepon seluler.
Tidak hanya itu. Delapan bom itu dipasang di gorong-gorong dekat pipa gas yang hanya sekitar 100 meter dari Gereja Christ Chatedral. Paket bom itu akan diledakkan pada perayaan Paskah 22 April 2011.
Itulah sebabnya Presiden Yudhoyono menggelar rapat mendadak. Dalam rapat tersebut, Presiden menginstruksikan penerapan siaga satu di seluruh Tanah Air.
Keberhasilan polisi mengungkap bom bunuh diri di Polresta Cirebon, teror bom buku, serta ketangkasan membongkar bom Serpong tentu dapat memulihkan rasa aman publik yang sebelumnya terusik. Buktinya, setelah Polri menjinakkan paket bom di Serpong, Tangerang, jemaat Gereja Christ Chatedral tetap berbondong-bondong menghadiri misa Jumat Agung.
Namun, masih ada pekerjaan rumah polisi yang belum selesai. Polisi, misalnya, masih harus mengungkap kasus pelemparan bom molotov di Kantor Majalah Tempo dan kasus penganiayaan aktivis Indonesia Corruption Watch Tama Satrya Langkun.
Keberhasilan mengungkap dua kasus itu penting untuk lebih menghabisi jejaring pelaku teror bom yang harus diasumsikan belum punah. (dya/*mi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar