APA yang terjadi kemarin di Yogyakarta tidak bisa dikatakan lain kecuali satu kata: melawan. Rakyat Yogyakarta melawan total untuk menjaga eksistensi sistem pemerintahan yang selama ini mereka hormati.
Hampir seluruh komponen kota itu tumpah ruah ke Gedung DPRD untuk menegaskan sikap mereka bahwa keistimewaan Yogyakarta harus dipertahankan apa adanya. Yogyakarta dipimpin sultan yang juga menjabat gubernur dan ditetapkan, bukan dipilih. Itulah keistimewaan Yogyakarta yang dibela rakyat mati-matian.
Perlawanan rakyat Yogyakarta ternyata searah dengan kesepakatan fraksi-fraksi DPRD DIY. Semua fraksi, kecuali Fraksi Partai Demokrat, menyatakan setuju Gubernur DIY ditetapkan, bukan dipilih.
Menangkah perlawanan rakyat Yogyakarta? Belum! Karena keputusan terakhir masih menunggu pembahasan RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta antara pemerintah pusat dan DPR di Jakarta.
Menteri Dalam Negeri dan Partai Demokrat adalah dua pihak yang ngotot bahwa Gubernur DIY harus dipilih, bukan ditetapkan. Menangkah sikap pemerintah dan Partai Demokrat? Belum tentu. Bila tren hari ini bertahan, besar kemungkinan pemerintah akan kalah di DPR karena mayoritas fraksi, termasuk anggota koalisi, mendukung penetapan.
Banyak yang bertanya tidak habis pikir. Apa begitu gentingnya Yogyakarta bagi Indonesia saat ini dan ke depan sehingga keistimewaannya perlu diubah? Pada sisi manakah Daerah Istimewa Yogyakarta bertentangan dengan demokrasi dan konstitusi?
Keistimewaan Yogyakarta adalah pada kesepakatan dan penghargaan kita pada sistem pemerintahan yang menggabungkan jabatan sultan dan gubernur di satu tangan. Sama halnya kita memberi keistimewaan Aceh dengan membolehkan sistem hukum syariah yang berbeda dari sistem hukum nasional. Juga sama dengan keistimewaan Papua yang membolehkan perwakilan adat dalam sistem pemerintahan lokal.
Kalau Aceh boleh memperoleh keistimewaan memberlakukan hukum kanun, mengapa Yogyakarta tidak dibolehkan mempunyai gubernur yang menyatu di tangan sultan? Pemerintah membuka perdebatan untuk perkara yang sangat tidak perlu untuk dipersoalkan.
Penghargaan atas keistimewaan adalah bagian yang indah dan kaya dari sistem demokrasi dan hukum di Indonesia. Adalah kekeliruan besar menuduh Yogyakarta menganut sistem monarki yang bertentangan dengan demokrasi.
Bila keistimewaan Aceh dan Papua ternyata berongkos mahal, Yogyakarta justru istimewa karena mengongkosi Republik ketika masih belia. Apakah negara kemudian begitu jahatnya untuk memereteli keistimewaan DIY? Inilah yang menyakitkan rakyat Yogyakarta sampai detik ini.
Harus ada kebesaran jiwa para pemimpin dan elite untuk menyelesaikan kontroversi Yogyakarta. Rakyat Yogyakarta tidak menuntut yang aneh-aneh.
Mereka hanya ingin mempertahankan sebuah sistem yang selama ini terbukti tidak bertentangan dengan demokrasi dan konstitusi.
Jangan anggap remeh rakyat Yogyakarta. Mereka memiliki tradisi perlawanan yang gagah berani.(cok/*mi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar