Kamis, 29 Oktober 2009

Pemuda, Ke Mana Arah Dituju ?

JAUH sebelum kemerdekaan diproklamasikan, pemuda telah lebih dulu menegaskan identitas bangsa dengan komitmen satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Kesadaran berkomitmen ini lahir setelah para pemuda menengok ke belakang, bahwa betapa negeri ini memiliki begitu banyak ragam dan latar belakang. Sulit dihitung dengan jari, sebenarnya ada berapa banyak suku di sini, berapa banyak bahasa, dan berapa jumlah sebenarnya pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Kebesaran ini tentu saja tidak lahir sesaat, tetapi dibangun dengan rentang waktu yang panjang.

Disebabkan oleh deraan panjang penindasan kolonialisme, para pemuda merasakan kebutuhan paling mendasar dari sebuah keberadaan adalah identitas. Kesadaran atas pentingnya identitas itulah yang dianggap paling utama bagi tiang pancang persatuan. Identitas beragam yang dipersatukan akan melahirkan kesadaran baru dengan kekuatan lebih dahsyat. Sebaliknya kesadaran identitas yang tercerai berai tidak akan pernah membuahkan kesatuan. Jadi, kesadaran bersatu di tengah keberagaman yang dicetuskan 28 Oktober 1928 merupakan landasan awal pengkokohan diri.

Mereka yang terlibat dalam Kongres Pemuda tersebut telah melakukan lompatan ke depan yang maha dahsyat ketika mereka rata-rata masih belia. Di umur yang relatf masih sangat muda, mereka telah melakukan gerakan inspiratif yang gemanya kemudian merambah ke mana-mana. Kesadaran penegasan identitas itu lahir bukan semata-mata oleh penindasan, tetapi mereka jelas memiliki derajat intelektual yang pemikirannya mampu melampaui zaman. Dan itu terbukti, sampai hari ini betapa masih relevannya butir-butir komitmen itu bagi tegaknya sebuah republik.

Yang menjadi pertanyaan merisaukan adalah, apakah pencapaian mereka itu mampu disamai bahkan dilewati generasi muda sekarang ? Pertanyaan ini bisa relevan, tetapi bisa juga tidak. Kerisauan muncul manakala kita menggunakan perbandingan umur ? ”Soempah Pemoeda” dicetuskan oleh mereka yang kala itu berumur sekitar 20-30 tahunan. Dan, di generasi awal kemerdekaan, pemuda mendominasi partai politik. Sementara, generasi sekarang di usia itu belum banyak yang mencatatkan sejarah bagi bangsanya, dan cenderung tidak tertarik pada gerakan politik.

Padahal, suka atau tidak suka, hampir di seluruh belahan dunia, para pemimpin dilahirkan dan diproses pematangannya dalam partai-partai politik. Mereka berlatih bukan hanya soal agitasi, tetapi juga bagaimana memahami perpolitikan dalam konteks nasional maupun internasional. Di partai, mereka akan terbiasa dengan iklim kalah-menang dalam konteks mengegolkan sesuatu yang menjadi kredonya. Kalah hari ini belum tentu esok kalah lagi. Menang hari ini, belum tentu besok menang lagi. Proses adaptasi dan pematangan diri seperti ini memberikan pengaruh pada pematangan menjadi negawaran.

Kita berharap bahwa semangat Sumpah Pemuda tetap memberikan pengaruh besar pada keberadaan generasi sekarang yang lebih melek teknologi. Globalisasi, di mana tidak dunia tak lagi tersekat-sekat oleh batas geografi dan ideologi semoga tidaklah terlalu memberikan pengaruh besar pada nasionalisme anak bangsa. Sebaliknya, melek teknologi memberikan kontribusi besar pada kesadaran bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Semua suku telah mengalah untuk Indonesia, kini tiba giliran semua untuk merawatnya sampai esok nanti.(red/jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails