Sabtu, 05 September 2009

Gempa, dan Peringatan PLTN

GEMPA bumi dengan kekuatan 7,3 Skala Richter yang mengguncang Pulau Jawa secara merata, Rabu lalu memberi peringatan serius terkait dengan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Muria. Walaupun di wilayah ini (IV-V MMI) tidak sampai menimbulkan kerusakan bangunan, tetapi guncangan kerasnya bagaimanapun merupakan ”aba-aba” bahwa Jawa bagian tengah juga membawa kerawanan untuk proyek-proyek sensitif kimia yang seharusnya steril dari sekecil apa pun potensi radiasi.

Hingga kemarin tercatat sudah mendekati angka 100 korban tewas akibat peristiwa alam tersebut. Kerusakan material yang ditimbulkan juga berskala besar. Tidak hanya di daerah episentrumnya, Tasikmalaya, bahkan juga hingga Majenang.

Menurut pakar geologi ITB Afnimar, di semua kawasan sepanjang pantai barat Sumatera dan pantai selatan Jawa sampai pantai selatan Nusa Tenggara berpotensi terjadi gempa, karena terletak di tumbukan antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia.

Tanpa memaparkan aspek-aspek teknisnya secara detail pun kita memahami potensi itu membawa risiko kejadian tidak terduga. Maka tindakan yang paling linier adalah meminimalkan risiko itu dengan memilih sikap paling aman.

Kalau pada awal editorial ini kita singgung tentang proyek PLTN Muria, maka kita mengambil hikmah bencana alam Rabu lalu itu justru sebagai catatan penguat untuk mempertimbangkan kembali segala sesuatunya, terkait risiko-risiko akibat potensi gempa yang telah terpetakan.

Kita memahami alasan-alasan penggagasan PLTN tersebut, yakni gambaran tentang krisis energi yang membutuhkan pasokan pada sekian tahun ke depan. Namun kita tidak mungkin berkompromi jika visi keselamatan manusia yang lebih besar tertindih oleh kebutuhan teknis energi yang digambarkan mutlak membutuhkan keberadaan sebuah reaktor nuklir. Dengan kesadaran Jawa berada di tengah ”cincin api” yang berpotensi gempa seperti kemarin, bukankah sensitivitas faktor risikonya menjadi makin diperjelas?

Artinya, janganlah membuat keputusan-keputusan yang memperkuat beban keterancaman, dengan risiko-risiko tambahan yang seharusnya bisa dihindari. Rencana PLTN Muria tersebut mendapat tentangan luas dari banyak elemen masyarakat, namun kita belum yakin apakah benar-benar akan dihentikan. Sekali lagi, peristiwa gempa sekarang ini tampaknya patut dijadikan pendorong otoritas-otoritas terkait agar me-review pemikiran pemenuhan ketercukupan energi ke arah yang paling jauh dari risiko.

Dalam tiap peristiwa bencana alam, manusia selalu mendapat kaca benggala. Mulai dari jatuhnya korban jiwa, kehancuran lingkungan tertentu, ikhtiar pemeliharaan ekologi, hingga kesadaran mengenai pentingnya early warning system. Renungan semacam ini juga menjangkau segi-segi spiritualitas agar kita tidak menambah beban lingkungan dengan tetap menjaga keseimbangannya. Mata batin kita disentil untuk merenungkan kembali titah manusia sebagai khalifah yang berkewajiban ikut memelihara alam. (red/*sm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails