Rabu, 13 Juli 2011

Market Narkoba Merambah ke Balik Jeruji

BADAN Narkotika Nasional (BNN) kian tajam fokus memburu bandar narkotika ke penjara. Bukan lagi rahasia, bui atau resminya lembaga pemasyarakatan (LP) telah berubah menjadi sarang jaringan narkotika. Sudah banyak contoh tentang itu. BNN telah mengungkap adanya jaringan narkotika yang beroperasi di balik jeruji besi, mulai LP Nusakambangan, Cilacap, Jateng, hingga LP Kerobokan, Denpasar, Bali.

Tepat pada Sabtu (25/6) lalu, BNN menggerebek LP Kerobokan untuk memeriksa seorang napi yang diduga termasuk jaringan peredaran narkotika. BNN bekerja cepat 24 jam sehingga harus masuk ke LP Kerobokan pada dini hari. Mereka mengantisipasi kerja mafia yang lihai dan cepat menghapus jejak. Namun, napi LP Kerobokan melawan. Mereka menolak BNN membawa napi yang diduga anggota jaringan narkotika itu keluar LP. Kerusuhan pun terjadi. Tembok dijebol dan kaca-kaca jendela hancur. Kepala LP Kerobokan Siswanto pun luka-luka.

Amat mengherankan napi menolak. Di mana pun di dunia ini, napi harus tunduk kepada aturan LP. Bukan sebaliknya, LP mengikuti kehendak napi. Bisa saja kerusuhan meletus karena selama ini LP memang suka mengikuti kehendak napi dan sekarang BNN mengabaikannya. Sesungguhnya kita geram karena LP masih saja dijadikan pusat pengendalian peredaran narkotika oleh para bandar. Kita geram karena penjara yang mestinya menanggalkan sejumlah hak seseorang akibat tindak pidana yang dilakukannya ternyata tetap memberikan privilese.

Kemewahan yang diperoleh para bandar di dalam bui tentu saja disebabkan main mata dengan petugas LP. Akibatnya, yang seharusnya sangat mudah menjadi sangat sulit mendeteksi peredaran atau jaringan mafia narkotika di dalam penjara.

Salah satu keistimewaan yang sudah lumrah di LP ialah napi bisa memiliki telepon seluler. Melalui alat itu mereka leluasa mengendalikan bisnis halal dan haram dari dalam bui. Jadi, bui bukan lagi penjara dalam pengertian sesungguhnya, melainkan berganti makna menjadi kantor, hotel, atau pusat bisnis, termasuk bisnis narkotika.

Uang telah membeli hukum. Itu bukan rumor atau isapan jempol. Kepala LP Nusakambangan Marwan Adli diduga menerima dana dari jaringan narkotika melalui rekening anak dan cucunya. Adli dan sejumlah petugas LP Nusakambangan telah menjadi tersangka. Ketika LP menjadi pusat jaringan peredaran narkotika, itu menunjukkan betapa lemahnya pengawasan. Mengubah wajah LP menjadi lebih manusiawi boleh-boleh saja. Namun, bukan dengan alasan itu lalu juga membolehkan LP menjadi pusat jaringan peredaran narkotika.

BNN dan Kementerian Hukum dan HAM baru saja meneken kerja sama. Salah satu isinya ialah menempatkan petugas Kemenkum dan HAM di BNN untuk mengurangi resistensi ketika BNN bergegas masuk ke LP.

Kehadiran petugas Kemenkum dan HAM di BNN harus mengikuti irama BNN. Jangan sampai kerja BNN justru disandera karena petugas Kemenkum dan HAM masih membawa virus birokrasi yang lamban. (red/mi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails