tag:blogger.com,1999:blog-3459891499281492552024-02-08T03:58:25.286+07:00CATATAN PINGGIRREDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.comBlogger35125tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-42651705108329941572011-09-04T09:13:00.000+07:002011-09-04T09:14:18.801+07:00Memaknai Idul Fitri<span style="font-weight: bold;">SEUSAI </span>berpuasa selama satu bulan penuh dalam suasana Ramadhan yang penuh berkah, akhirnya umat Islam di seluruh dunia menyambut Hari Raya Idul Fitri.
<br />
<br />Perayaan Idul Fitri seperti lazimnya perayaan sebuah pencapaian besar, dirayakan secara meriah dan masif. Perasaan suka cita, kegembiraan, dan kemenangan yang mendominasi perayaan hari ini menjadi klimaks dari perjuangan menahan diri secara fisik, mental, jiwa raga, lahir maupun batin yang dilakukan selama Ramadhan.
<br />
<br />Idul Fitri pun kemudian dimaknai sebagai hari kemenangan. Kemenangan terhadap hawa nafsu, kemenangan terhadap kekufuran, dan kemenangan terhadap kekerdilan, serta kemenangan terhadap segala sesuatu yang berkonotasi negatif.
<br />
<br />Spirit Idul Fitri, karena itu adalah spirit yang dipenuhi energi positif. Setelah sebulan penuh berjuang dan lulus dari ujian berat Ramadhan dengan menyingkirkan dan mengalahkan segenap energi negatif, memasuki Idul Fitri energi umat Islam dipenuhi dengan muatan yang serba positif.
<br />
<br />Mereka yang lulus dalam ujian Ramadhan pun dipersepsikan sebagai pribadi yang telah berhasil mencapai kualitas tertinggi dalam derajat ketakwaan dengan kembali ke fitrah, kembali kepada kesucian dan kedamaian.
<br />
<br />Karena itu, Idul Fitri juga menjadi titik awal untuk meneruskan dan mengimplementasikan makna dari kata syawal, yaitu berarti peningkatan. Artinya, sebagai akhir Ramadhan, syawal semestinya juga benar-benar dimaknai sebagai momentum perubahan ke arah lebih positif di segala bidang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
<br />
<br />Nilai-nilai puasa Ramadhan yang selama satu bulan ditanamkan dan berhasil diraih, semestinya dapat diterapkan ke dalam 11 bulan lainnya. Puasa yang bermakna menahan diri dari segala hawa nafsu juga hendaknya juga dapat dimanifestasikan dalam perilaku yang lebih bersih, lebih baik, dan lebih beradab.
<br />
<br />Perilaku rakus, destruktif, malas, korup, tidak jujur, tidak disiplin, dan tidak bertanggung jawab yang selama ini masih menjadi fenomena paling sulit diberantas di negeri ini, semestinya akan jauh lebih berkurang dalam 11 bulan mendatang.
<br />
<br />Idul Fitri adalah juga momentum untuk meningkatkan hubungan horisontal antarsesama. Ia harus menjadi kesempatan bagi peningkatan kohesivitas dan solidaritas sosial. Silaturahmi, saling memaafkan harus dilakukan secara tulus, patut, dan pantas. Artinya, saling memaafkan menjadi sebuah keharusan. Namun, ia tidak boleh meniadakan hukum positif yang berlaku di negeri ini.
<br />
<br />Kesalahan harus diusut, hukuman harus diberikan kepada yang terbukti bersalah, kebenaran dan keadilan harus tetap ditegakkan. Karena, bila pelanggaran hukum dibiarkan, ia akan dianggap sebagai kebenaran.
<br />
<br />Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin. <span style="font-weight: bold;">(cok/mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-22190873829331756712011-07-13T08:46:00.000+07:002011-07-13T08:47:06.682+07:00Market Narkoba Merambah ke Balik Jeruji<span style="font-weight:bold;">BADAN</span> Narkotika Nasional (BNN) kian tajam fokus memburu bandar narkotika ke penjara. Bukan lagi rahasia, bui atau resminya lembaga pemasyarakatan (LP) telah berubah menjadi sarang jaringan narkotika. Sudah banyak contoh tentang itu. BNN telah mengungkap adanya jaringan narkotika yang beroperasi di balik jeruji besi, mulai LP Nusakambangan, Cilacap, Jateng, hingga LP Kerobokan, Denpasar, Bali. <br /><br />Tepat pada Sabtu (25/6) lalu, BNN menggerebek LP Kerobokan untuk memeriksa seorang napi yang diduga termasuk jaringan peredaran narkotika. BNN bekerja cepat 24 jam sehingga harus masuk ke LP Kerobokan pada dini hari. Mereka mengantisipasi kerja mafia yang lihai dan cepat menghapus jejak. Namun, napi LP Kerobokan melawan. Mereka menolak BNN membawa napi yang diduga anggota jaringan narkotika itu keluar LP. Kerusuhan pun terjadi. Tembok dijebol dan kaca-kaca jendela hancur. Kepala LP Kerobokan Siswanto pun luka-luka. <br /><br />Amat mengherankan napi menolak. Di mana pun di dunia ini, napi harus tunduk kepada aturan LP. Bukan sebaliknya, LP mengikuti kehendak napi. Bisa saja kerusuhan meletus karena selama ini LP memang suka mengikuti kehendak napi dan sekarang BNN mengabaikannya. Sesungguhnya kita geram karena LP masih saja dijadikan pusat pengendalian peredaran narkotika oleh para bandar. Kita geram karena penjara yang mestinya menanggalkan sejumlah hak seseorang akibat tindak pidana yang dilakukannya ternyata tetap memberikan privilese. <br /><br />Kemewahan yang diperoleh para bandar di dalam bui tentu saja disebabkan main mata dengan petugas LP. Akibatnya, yang seharusnya sangat mudah menjadi sangat sulit mendeteksi peredaran atau jaringan mafia narkotika di dalam penjara. <br /><br />Salah satu keistimewaan yang sudah lumrah di LP ialah napi bisa memiliki telepon seluler. Melalui alat itu mereka leluasa mengendalikan bisnis halal dan haram dari dalam bui. Jadi, bui bukan lagi penjara dalam pengertian sesungguhnya, melainkan berganti makna menjadi kantor, hotel, atau pusat bisnis, termasuk bisnis narkotika. <br /><br />Uang telah membeli hukum. Itu bukan rumor atau isapan jempol. Kepala LP Nusakambangan Marwan Adli diduga menerima dana dari jaringan narkotika melalui rekening anak dan cucunya. Adli dan sejumlah petugas LP Nusakambangan telah menjadi tersangka. Ketika LP menjadi pusat jaringan peredaran narkotika, itu menunjukkan betapa lemahnya pengawasan. Mengubah wajah LP menjadi lebih manusiawi boleh-boleh saja. Namun, bukan dengan alasan itu lalu juga membolehkan LP menjadi pusat jaringan peredaran narkotika. <br /><br />BNN dan Kementerian Hukum dan HAM baru saja meneken kerja sama. Salah satu isinya ialah menempatkan petugas Kemenkum dan HAM di BNN untuk mengurangi resistensi ketika BNN bergegas masuk ke LP. <br /><br />Kehadiran petugas Kemenkum dan HAM di BNN harus mengikuti irama BNN. Jangan sampai kerja BNN justru disandera karena petugas Kemenkum dan HAM masih membawa virus birokrasi yang lamban. <span style="font-weight:bold;">(red/mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-81999719208564997912011-06-14T19:33:00.001+07:002011-06-14T19:34:48.197+07:00Anjloknya Pamor Polisi<!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal"><span style="font-weight: bold;">POSISI</span> polisi lagi-lagi disorot publik. Kali ini disebabkan akhir-akhir ini polisi menjadi target kekerasan bersenjata. Sebagian orang membaca kekerasan terhadap polisi yang makin kentara dan nekat sebagai metamorfosis terorisme, dari yang tadinya target massal menjadi target selektif. Sebagian lagi menganggap kepolisian tidak siap baik mental maupun peralatan untuk menandingi kecanggihan penjahat.</p> <p class="MsoNormal">Namun, satu hal tidak terbantahkan ialah kekerasan terhadap polisi merupakan bukti merosotnya wibawa kepolisian di mata publik, terutama dalam fungsinya sebagai penegak hukum.</p> <p class="MsoNormal">Berkaitan dengan penegakan hukum, polisi seperti ada tapi tiada. Polisi tampak sigap dan cekatan untuk kasus tertentu, tetapi loyo bahkan tiarap untuk kasus yang lain.</p> <p class="MsoNormal">Menjadi pertanyaan besar, di mana Kapolri Jenderal Timur Pradopo di tengah ingar-bingar kasus-kasus besar yang menarik minat publik? Jangankan menguak kasus pidana besar, dalam berbagai aksi kekerasan yang menyebabkan kematian aparat kepolisian pun, Kapolri seperti lebih suka berdiri di balik layar.</p> <p class="MsoNormal">Bayangkan, dalam lima bulan terakhir, setidaknya sudah lima anggota kepolisian tewas ditembak pelaku kejahatan. Satu orang di Bekasi awal bulan ini, tiga aparat di Palu pada Mei lalu, dan satu lagi di Bogor, Januari silam.</p> <p class="MsoNormal">Begitu pula dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet di Palembang yang melibatkan pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga serta politikus Partai Demokrat, polisi tampak adem ayem.</p> <p class="MsoNormal">Namun, yang paling konyol tentu saja kasus pidana yang melibatkan Andi Nurpati, juga politikus asal partai berkuasa, Partai Demokrat. Laporan Mahkamah Konstitusi tentang kasus dugaan penggelapan dan pemalsuan dokumen negara oleh Andi Nurpati ketika menjadi anggota KPU pada 12 Februari 2010 hingga kini didiamkan pihak kepolisian.</p> <p class="MsoNormal">Konyol karena yang melaporkan kasus itu bukan lembaga ecek-ecek, melainkan lembaga negara yang punya kredibilitas. Argumen polisi yang menyebutkan kasus itu sedang didalami jelas hanya membuat lembaga itu kian menampakkan wajah ganda ketika bersinggungan dengan kepentingan kekuasaan.</p> <p class="MsoNormal">Itu pula yang membuat wibawa kepolisian terus merosot karena tersandera oleh berbagai kepentingan politik dan kekuasaan.</p> <p class="MsoNormal">Gus Dur pernah menyebutkan hanya ada tiga polisi jujur di negeri ini, yakni polisi tidur, patung polisi, dan polisi Hoegeng (mantan Kapolri). Atau jangan-jangan sekarang hanya dua model polisi yang dibutuhkan Republik ini. Pertama model Briptu Norman yang tugasnya menghibur atau model presenter cantik Briptu Eka Frestya yang memandu info lalu lintas di televisi.</p> <p class="MsoNormal">Sesungguhnya, publik membutuhkan dan merindukan sosok polisi tangguh. Polisi yang berani tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan, bukan pembela baik kepentingan politik maupun kepentingan kekuasaan.</p> <p class="MsoNormal">Karena itu, sebagai ujung tombak dalam setiap proses penegakan hukum, polisi tidak boleh tiarap, tapi harus berdiri tegak. <span style="font-weight: bold;">(red/*mi)</span></p>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-8447884720766935472011-05-28T05:43:00.001+07:002011-05-28T05:43:37.041+07:00Sudah Jadi Tradisi Kabur Dulu Cekal Kemudian<span style="font-weight: bold;">DI</span> Republik ini, muslihat seperti sudah menjadi makanan sehari-hari. Apalagi bagi mereka yang diduga menilap uang rakyat, bahkan yang sudah divonis sebagai koruptor, akal bulus menjadi jalan keluar paling nyaman.<br /><br />Celakanya, hukum beserta aparatusnya tidak berdaya menghentikan perilaku culas itu. Hukum sering kalah cepat dan kalah gesit beberapa langkah daripada para pelaku muslihat busuk tersebut.<br /><br />Itu pula yang terjadi ketika mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin diam-diam pergi ke Singapura pada Senin (23/5) lalu. Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah membuat agenda untuk memeriksanya pekan depan. Nazaruddin pergi ke 'Negeri Singa' itu satu hari lebih cepat ketimbang surat cekal untuknya yang baru keluar pada 24 Mei 2011.<br /><br />Untuk ketiga kalinya, Nazaruddin membuat heboh seantero negeri. Kehebohan pertama terkait dengan dugaan keterlibatannya dalam kasus wisma atlet untuk SEA Games, Palembang.<br /><br />Ketika kasus itu belum terang benar duduk perkaranya, muncul kasus baru pemberian uang dalam dua amplop 'persahabatan' oleh Nazaruddin kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar.<br /><br />Kini, ketika kasus tersebut hendak diselisik oleh KPK, anggota Komisi VII DPR itu sudah pergi ke negeri tetangga. Lalu, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar pun dengan nada kecut mengumumkan kaburnya sang mantan bendahara partai pemerintah itu.<br /><br />Kepergian Nazaruddin ke negeri jiran itu menambah panjang daftar para pelaku atau terduga pelaku korupsi yang kabur sebelum cekal tiba. Pada Maret tahun lalu, aksi serupa dilakukan tersangka kasus mafia pajak Gayus Tambunan.<br /><br />Lima tahun lalu, aksi kabur sebelum cekal dilakukan bos Texmaco Marimutu Sinivasan. Sinivasan pergi ke Singapura pada 15 Maret 2006, sedangkan surat cekal baru turun dua hari kemudian pada 17 Maret.<br /><br />Kisah hampir serupa terjadi dalam kasus Joko Tjandra, juga Anggoro Widjojo. Umumnya mereka pergi ke Singapura karena tidak ada perjanjian ekstradisi negara itu dengan Indonesia. Dengan pergi ke 'Negeri Singa' hiruk-pikuk pun sirna.<br /><br />Rupa-rupa alasan bisa dibuat untuk kabur ke luar negeri. Umumnya, mereka ingin berobat, untuk sebuah alasan sakit yang datang tiba-tiba.<br /><br />Akal waras kita bertanya-tanya sebodoh itukah aparat hukum di negeri ini sehingga muslihat kabur sebelum cekal terus-menerus terjadi? Akal sehat kita justru lebih bisa menerima analisis bahwa jangan-jangan ada mafia di balik drama kabur dulu sebelum cekal.<br /><br />Selama para koruptor leluasa mengangkangi hukum, kepercayaan publik terhadap tegaknya hukum dan keadilan yang sudah terseok-seok bakal jatuh ke titik nadir. Kalau perkara ini tidak dibereskan, kita sangat risau frustrasi sosial akan memuncak dan hukum jalanan menjadi pilihan.<br /><br />Jika itu yang terjadi, alih-alih menjadi negeri yang kian beradab, Republik ini bakal menuju bangsa barbar. <span style="font-weight: bold;">(red/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-80664307282730856252011-04-28T14:07:00.000+07:002011-04-28T14:08:07.648+07:00Apresiasi untuk Polri Bongkar Pelaku Bom<!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="line-height: 12.75pt;"><span style="font-size: 8.5pt; color: rgb(102, 102, 102);"><span style="font-weight: bold;"></span></span><strong><span style="font-size: 10pt;">POLISI</span></strong><span style="font-size: 10pt;"> kembali menunjukkan kehebatannya membongkar pelaku teror bom. Karena itu, kita layak memberikan apresiasi yang tinggi kepada Polri.<br /><br />Polri berhasil mengungkap pelaku bom bunuh diri di Kantor Polresta Cirebon sebagai Muhammad Syarif. Polri kemudian menangkap 19 tersangka pelaku teror bom buku.<br /><br />Polri berkesimpulan motif Syarif sekadar balas dendam atas proses hukum oleh Polresta Cirebon terhadap pelaku dan kelompoknya yang merusak toko swalayan yang menjual minuman keras. Namun, polisi terus mengembangkan penyelidikan untuk memastikan apakah Syarif terkait dengan organisasi teroris tertentu.<br /><br />Meski baru dapat mengungkap kasus teror buku sebulan kemudian, dari penangkapan para tersangka, Polri berhasil mencegah teror bom yang jauh lebih dahsyat lagi.<br /><br />Polri berhasil mengorek informasi dari para tersangka bahwa jaringan mereka telah meletakkan rangkaian bom di kawasan Serpong, Tangerang, Banten. Polri berhasil menemukan bom Serpong tersebut dan menjinakkannya.<span style=""> </span>Teror bom Serpong itu terdiri dari delapan paket bom yang beratnya mencapai 150 kilogram dengan teknologi peledakan yang canggih.<br /><br />Menurut polisi, bom itu akan diledakkan dengan sistem <i>timer</i>. Jika sistem <i>timer</i> gagal, bom akan diledakkan melalui telepon seluler.<br /><br />Tidak hanya itu. Delapan bom itu dipasang di gorong-gorong dekat pipa gas yang hanya sekitar 100 meter dari Gereja Christ Chatedral. Paket bom itu akan diledakkan pada perayaan Paskah 22 April 2011.<br /><br />Itulah sebabnya Presiden Yudhoyono menggelar rapat mendadak. Dalam rapat tersebut, Presiden menginstruksikan penerapan siaga satu di seluruh Tanah Air.<br /><br />Keberhasilan polisi mengungkap bom bunuh diri di Polresta Cirebon, teror bom buku, serta ketangkasan membongkar bom Serpong tentu dapat memulihkan rasa aman publik yang sebelumnya terusik. Buktinya, setelah Polri menjinakkan paket bom di Serpong, Tangerang, jemaat Gereja Christ Chatedral tetap berbondong-bondong menghadiri misa Jumat Agung.<br /><br />Namun, masih ada pekerjaan rumah polisi yang belum selesai. Polisi, misalnya, masih harus mengungkap kasus pelemparan bom molotov di Kantor Majalah <i>Tempo</i> dan kasus penganiayaan aktivis Indonesia Corruption Watch Tama Satrya Langkun.<br /><br />Keberhasilan mengungkap dua kasus itu penting untuk lebih menghabisi jejaring pelaku teror bom yang harus diasumsikan belum punah. <span style="font-weight: bold;">(dya/*mi)</span></span></p> <p class="MsoNormal"> </p>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-5451060600769986932011-04-13T00:43:00.001+07:002011-04-13T00:43:36.936+07:00Kebobrokan Moral Wakil Rakyat<span style="font-weight: bold;">BELUM</span> lama ini, parlemen di negeri sempat heboh. Uniknya kehebohan itu bukan karena pembahasan undang-undang atau masalah sosial yang berkaitan dengan rakyat. Namun kelakuan jorok salah satu anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) terekam oleh juranis foto salah satu photographer media massa terkemuka di Jakarta.<br /><br />Kelakuan jorok itu terjadi Jumat (8/4) lalu, di forum terhormat, di sidang paripurna yang membahas materi sangat penting, yaitu pembangunan gedung baru DPR yang ditentang publik.<br /><br />Eh, malah ada Anggota DPR itu adalah Arifinto dari Partai Keadilan Sejahtera, yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Barat VII ketangkap basah bagaimana jari tangan Arifinto dengan sengaja memilih video porno di komputer tablet yang dibawanya ke ruang sidang dan menikmatinya sejak pukul 11.39.23 hingga pukul 11.41.57 WIB.<br /><br />Sang Photographer sempat mengabadikan tindakan konyol wakil rakyat tersebut hingga 60 frame visual. Sebuah jumlah yang lebih dari cukup untuk membuktikan secara faktual bahwa tidak benar anggota DPR itu membuka komputer tabletnya karena ada surat elektronik yang masuk, sebagaimana kilahnya, dan pula tidak benar ia menontonnya hanya beberapa detik, tak sampai setengah menit, seperti katanya.<br /><br />Sebagian dari foto jurnalistik itu telah dipublikasikan sejumlah media massa baik online, cetak, maupun televise. Namun tentunya dengan sengaja mengaburkan bagian gambar yang porno. Hal itu bertujuan menghormati keadaban publik dan mematuhi Undang-Undang Pornografi.<br /><br />Semua itu perlu ditegaskan kembali melalui untuk menggaris bawahi betapa telah terjadi kebobrokan moral anggota DPR. Bukan sembarang kebobrokan moral karena yang menonton video porno itu adalah anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, partai yang berbasiskan nilai-nilai agama dan yang paling gigih memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Pornografi.<br /><br />Kelakuan jorok anggota DPR itu bukan hanya menunjukkan moral susila yang rusak, melainkan juga moral politik. DPR sedang bersidang paripurna menyangkut pembangunan gedung DPR yang akan menelan Rp1 triliun lebih, eh, si anggota DPR tidak peduli, malah asyik menikmati pornografi dengan hasrat libido yang tentunya mulai panas.<br /><br />Ironisnya, mantan anggota DPR Permadi juga bersuara, bahwa kebobrokan mental para wakil rakyat itu bukan hal baru. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa segelintir oknum anggota DPR ada yang berbuat tak senonoh dengan para sekretarisnya.<br /><br />Bahkan isu yang menyatakan petugas cleaning service kerap menemukan kondom di kamar mandi maupun ruangan kerja itu bukan dongeng semata. Bahkan tak sedikit para mucikari mendatangi ruangan anggota DPR menawarkan jasa anak buah-nya dengan dalil berbagai macam modus.<br /><br />Kasus itu tentunya bakal menambah panjang daftar dekadensi anggota DPR. Bukankah banyak anggota DPR yang masuk penjara karena korupsi? Bukankah amat banyak anggota DPR yang gemar mangkir bersidang? Bukankah banyak keputusan DPR produk transaksional? Bukankah hasil studi banding omong kosong? Bahkan, ada studi banding yang diselingi menonton tari perut. Sekarang ditambah menonton video porno di sidang paripurna.<br /><br />Semua itu jelas bukti DPR mengalami kebobrokan moral yang menggerus kepercayaan publik. Bahkan, tidak berlebihan untuk mengatakan sesungguhnya telah terjadi kebobrokan kepercayaan dan kebobrokan legitimasi terhadap DPR. Tiga kebobrokan yang fundamental. Lalu dengan dasar apa DPR masih layak memutuskan kebijakan publik atas nama rakyat?<br /><br />DPR sekarang lebih banyak mudaratnya daripada maslahatnya. Oleh karena itu, sebaiknya DPR berhenti bersidang. Sebaiknya reses dilanjutkan saja sampai masa kerja berakhir pada 2014, sampai dilahirkan DPR yang baru hasil pemilu mendatang.<br /><br />Anggaplah DPR yang sekarang ini koma, pingsan berat, akibat keracunan bermacam-macam kelakuan jorok. Kiranya untuk sementara negara ini lebih baik berjalan tanpa DPR yang dekaden itu.<span style="font-weight: bold;"> (jek/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-34732628482878494532011-03-29T13:16:00.000+07:002011-03-29T13:17:16.486+07:00Paket Bom yang Melecehkan<span style="font-weight:bold;">SAMPAI</span> hari ini aparat Kepolisian Republik Indonesia belum mampu menangkap pelaku teror bom buku yang menyebar ke berbagai pihak dan berbagai daerah dalam satu pekan terakhir. Jangankan perakitnya, kurir yang mengedarkan paket ke berbagai alamat tidak teridentifikasi.<br /><br />Satu-satunya kurir yang terendus baru berupa sketsa wajah. Yang lain lenyap tak berbekas. Padahal, paket bom buku yang menyebar ke berbagai alamat dan kawasan jelas tidak mungkin hanya diedarkan satu kurir. Itu pasti dikerjakan sebuah pengorganisasian yang rapi.<br /><br />Di beberapa tempat, Yogyakarta misalnya, sang kurir seperti meledek polisi. Paket diletakkan di pos polisi pengatur lalu lintas. Setiap bom meledak, bermunculan para pakar dan analis bom di televisi dan surat kabar. Berbagai analisis, baik yang masuk akal maupun tidak, ikut menambah hiruk pikuk pertanyaan yang tidak kunjung terjawab.<br /><br />Sampai kapan polisi mentok mencari para pelaku teror bom buku dan jaringan mereka? Padahal, tidak terlalu sulit menemukan unsur-unsur material untuk bom buku yang umumnya berdaya ledak rendah jika dibandingkan dengan jenis berdaya ledak tinggi yang berakibat pemusnahan hebat.<br /><br />Yang agak mengherankan, dalam peristiwa bom-bom besar yang juga berdaya musnah besar, polisi lebih sigap mengidentifikasi pelaku. Mengapa terhadap bom buku yang lebih sederhana kok sulit melacak para pelaku?<br /><br />Spekulasi akan liar selama polisi belum menangkap pelaku bom buku. Apa pun spekulasi itu, satu perkara terang benderang, teror bom buku yang merebak adalah pelecehan luar biasa terhadap kewibawaan negara. Pelecehan terhadap kepolisian, terhadap kerja dan kompetensi intelijen.<br /><br />Di tengah kewibawaan dan kredibilitas negara yang cenderung merosot di mata warga, bom buku menambah guncangan kepercayaan itu. Negara guncang bukan karena ledakan bom yang rumit, melainkan oleh bom yang sederhana.<br /><br />Mengapa sebuah peristiwa sederhana menjadi rumit? Jawabnya karena para pelaku paham betul aparat keamanan, termasuk intelijen, sedang lengah.<br /><br />Juga mengapa bom yang rumit dan yang gampang bisa dibuat di negeri ini? Karena semua bahan bom bisa ditemukan dengan mudah. Kalau ada bahan yang sulit, tidak usah khawatir karena dengan godaan sedikit uang, yang tidak boleh menjadi boleh.<br /><br />Di Indonesia sekarang ini, seluruh urusan keamanan diserahkan kepada polisi. Peran kepamongprajaan dilemahkan. Bila partisipasi publik dan fungsi kepamongprajaan lumpuh, polisi akan lumpuh juga menangani kasus-kasus kriminal yang paling sederhana sekalipun.<br /><br />Kalau polisi tidak sanggup menangkap pelaku, termasuk kurir bom buku, publik akan menuduh jangan-jangan yang menebar teror bom adalah aparatur negara. Jangan lupa, terorisme tidak selamanya dikerjakan para kriminal, tetapi ada juga yang dikenal dengan terror by state. <span style="font-weight:bold;">(jek)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-84218711249341277292011-03-13T14:24:00.000+07:002011-03-13T14:25:33.889+07:00Gawat, Indonesia Bakal Jadi Surga Narkoba<span style="font-weight:bold;">TEKAD</span> perang melawan narkoba terus dikobarkan oleh para pemangku kepentingan di negeri ini. Namun, peredaran narkoba tidak juga kunjung surut. Bahkan, temuan demi temuan modus baru peredaran narkoba hadir seolah tidak ada yang membendung. Penjara yang mestinya memberikan efek jera, malah menjadi tempat nyaman bagi transaksi zat perusak dan pembunuh itu. Malah mereka layak seperti berada di sebuat paradise.<br /><br />Temuan terakhir terjadi pekan lalu di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Seorang narapidana narkoba bisa dengan tenang memasarkan 10 kilogram sabu dengan nilai Rp20 miliar tiap hari.<br /><br />Terbongkarnya kepemilikan dan penyelundupan narkoba di penjara sudah berulang kali terjadi. Tidak hanya di Nusakambangan, tapi juga di LP Cipinang dan LP Wanita Tangerang. Dan amat mungkin bisnis narkoba itu juga menggurita di banyak penjara lainnya. Maka, kalau disebut ada perang terhadap narkoba, negara ini sesungguhnya telah kalah telak ditaklukkan oleh para bandar narkoba.<br /><br />Mereka amat solid dari level bandar sampai pelaku di lapangan. Sebaliknya, di pihak aparat negara, tekad perang hanya berkobar di level elite, tapi loyo di jajaran pelaksana. Bahkan bobol di penjara.<br /><br />Bobolnya penjara oleh bisnis narkoba memperlihatkan kepada kita secara kasatmata bahwa masih amat banyak 'pagar memakan tanaman' di negeri ini. Bukankah sistem keamanan di penjara didesain untuk mengawasi para penghuninya?<br /><br />Jika sistem itu berjalan baik, tidak mungkin bisnis narkoba bercokol bertahun-tahun di penjara. Bisnis narkoba di tempat dengan penjagaan ketat pastilah bukan karena kelihaian berkelit para bandar, melainkan memang atas restu dan fasilitas para sipir.<br /><br />Bandar narkoba merekrut para sipir menjadi bagian organisasi mereka untuk mengatur peredaran di tiap-tiap bagian penjara. Para sipir bukan lagi menjadi aparat negara, melainkan menjadi sales dan kurir yang mengantarkan 'paket' ke tahanan yang menjadi pecandu.<br /><br />Begitulah, ketika sistem keamanan bisa dibeli, penjara pun jadi benteng paling aman untuk bisnis narkoba.<br /><br />Maraknya bisnis narkoba yang dikendalikan dari tahanan juga menunjukkan tidak efektifnya hukuman kurungan. Di penjara, para bandar malah mendapat pasar baru, sementara para pecandu sulit lepas dari ketagihan.<br /><br />Penjara saja bobol, apalagi lingkungan permukiman penduduk, tentu amat mudah disusupi peredaran narkoba. Kalau ingin memenangi perang melawan narkoba, bereskan sistem dan pengawasan internal. Jangan ada toleransi sedikit pun bagi aparat yang menyeleweng dari garis kebijakan. Tapi, sikap tegas itulah yang tidak ada.<br /><br />Selama pengawasan dan tindakan terhadap aparat hanya heboh ketika ada kasus, selama itu pula negeri ini tidak akan berhenti menjadi surga bagi para pengedar narkoba. <span style="font-weight:bold;">(jek/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-23204576823490952062011-03-12T19:07:00.001+07:002011-03-12T19:07:46.597+07:00Gawat, Indonesia Bakal Jadi Surga Narkoba<span style="font-weight:bold;">TEKAD</span> perang melawan narkoba terus dikobarkan oleh para pemangku kepentingan di negeri ini. Namun, peredaran narkoba tidak juga kunjung surut. Bahkan, temuan demi temuan modus baru peredaran narkoba hadir seolah tidak ada yang membendung. Penjara yang mestinya memberikan efek jera, malah menjadi tempat nyaman bagi transaksi zat perusak dan pembunuh itu. Malah mereka layak seperti berada di sebuat paradise. <br /><br />Temuan terakhir terjadi pekan lalu di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Seorang narapidana narkoba bisa dengan tenang memasarkan 10 kilogram sabu dengan nilai Rp20 miliar tiap hari.<br /><br />Terbongkarnya kepemilikan dan penyelundupan narkoba di penjara sudah berulang kali terjadi. Tidak hanya di Nusakambangan, tapi juga di LP Cipinang dan LP Wanita Tangerang. Dan amat mungkin bisnis narkoba itu juga menggurita di banyak penjara lainnya. Maka, kalau disebut ada perang terhadap narkoba, negara ini sesungguhnya telah kalah telak ditaklukkan oleh para bandar narkoba.<br /><br />Mereka amat solid dari level bandar sampai pelaku di lapangan. Sebaliknya, di pihak aparat negara, tekad perang hanya berkobar di level elite, tapi loyo di jajaran pelaksana. Bahkan bobol di penjara.<br /><br />Bobolnya penjara oleh bisnis narkoba memperlihatkan kepada kita secara kasatmata bahwa masih amat banyak 'pagar memakan tanaman' di negeri ini. Bukankah sistem keamanan di penjara didesain untuk mengawasi para penghuninya?<br /><br />Jika sistem itu berjalan baik, tidak mungkin bisnis narkoba bercokol bertahun-tahun di penjara. Bisnis narkoba di tempat dengan penjagaan ketat pastilah bukan karena kelihaian berkelit para bandar, melainkan memang atas restu dan fasilitas para sipir.<br /><br />Bandar narkoba merekrut para sipir menjadi bagian organisasi mereka untuk mengatur peredaran di tiap-tiap bagian penjara. Para sipir bukan lagi menjadi aparat negara, melainkan menjadi sales dan kurir yang mengantarkan 'paket' ke tahanan yang menjadi pecandu.<br />Begitulah, ketika sistem keamanan bisa dibeli, penjara pun jadi benteng paling aman untuk bisnis narkoba.<br /><br />Maraknya bisnis narkoba yang dikendalikan dari tahanan juga menunjukkan tidak efektifnya hukuman kurungan. Di penjara, para bandar malah mendapat pasar baru, sementara para pecandu sulit lepas dari ketagihan.<br /><br />Penjara saja bobol, apalagi lingkungan permukiman penduduk, tentu amat mudah disusupi peredaran narkoba. Kalau ingin memenangi perang melawan narkoba, bereskan sistem dan pengawasan internal. Jangan ada toleransi sedikit pun bagi aparat yang menyeleweng dari garis kebijakan. Tapi, sikap tegas itulah yang tidak ada.<br /><br />Selama pengawasan dan tindakan terhadap aparat hanya heboh ketika ada kasus, selama itu pula negeri ini tidak akan berhenti menjadi surga bagi para pengedar narkoba. <span style="font-weight:bold;">(jek/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-76294108523095345612011-02-26T13:07:00.000+07:002011-02-26T13:08:02.755+07:00Statistik Kemiskinan Terus Dipercantik<span style="font-weight:bold;">REZIM</span> berganti, tetapi kemiskinan tetap komoditas seksi di Republik ini. Ia salah satu alat ukur keberhasilan perekonomian sehingga lama-lama ada kecenderungan pemerintah sebenarnya hanya hirau pada angka-angka statistik kemiskinan.<br /><br />Bagaimana menurunkan angka kemiskinan di atas kertas sehingga cantik lebih menjadi kepedulian pemerintah ketimbang bagaimana menurunkan kemiskinan itu di alam nyata.<br /><br />Lihat saja enam program baru prorakyat yang dikeluarkan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan. Salah satu program itu berangan-angan memberikan rumah seharga Rp5 juta-Rp10 juta bagi orang miskin.<br /><br />Program tersebut terdengar 'wah'. Ia memunculkan kesan ada empati besar pemerintah terhadap mereka yang tidur berkolong langit atau yang bertetangga dengan sampah buangan.<br /><br />Namun di alam nyata, bisakah membangun rumah dengan uang segitu? Pertanyaan lain tidakkah substansi program itu sama saja dengan bantuan langsung?<br /><br />Program memberikan bantuan langsung hanya menjadikan orang miskin sebagai objek penerima bantuan, tetapi tumpul menumpas kemiskinan. Buktinya pemerintah mengklaim angka kemiskinan terus turun menjadi 31,02 juta orang pada tahun lalu, tetapi jumlah penerima beras bagi rakyat miskin ternyata masih 60 juta orang atau sekitar 25% jumlah penduduk.<br /><br />Ketidaksesuaian angka kemiskinan itulah antara lain disebut tokoh lintas agama sebagai kebohongan pemerintah.<br /><br />Pemerintah berkukuh angka 60 juta muncul karena mereka juga menghitung masyarakat hampir miskin, sebanyak 29,38 juta jiwa, sebagai penerima beras untuk orang miskin. Tidak jelas betul pembeda antara si miskin dan si hampir miskin itu. Yang pasti, mereka sama-sama penerima beras bagi rakyat miskin.<br /><br />Demikian pula kalau melihat anggaran untuk penanggulangan kemiskinan. Jika pemerintah mengklaim jumlah orang miskin turun, mengapa alokasi anggarannya justru naik? Pada 2010 anggaran untuk program-program penanggulangan kemiskinan Rp80,1 triliun, dan pada 2011 naik 7% menjadi Rp86,1 triliun.<br /><br />Masih banyaknya penerima beras bagi rakyat miskin, yakni hampir 25% jumlah penduduk, dan meningkatnya anggaran penanggulangan kemiskinan sebesar 7%--lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi--menunjukkan ada yang salah dalam paradigma kebijakan pengentasan rakyat miskin.<br /><br />Memberikan bantuan saja tidak akan pernah mampu mengatasi kemiskinan. Itu justru menciptakan ketergantungan. Itulah kesalahan kuno yang dilakukan pemerintahan modern. Bukankah memberi kail, bukan ikan, merupakan kearifan klasik?<br /><br />Upaya memerangi kemiskinan harus dengan membongkar problem struktural dan kultural yang menjerat mereka. Pertama, tentu saja pemerintah harus mampu membuka lapangan kerja. Kedua, memberdayakan mereka yang miskin sehingga mampu menjadi warga produktif. Ketiga, menumbuhkan harga diri. Tidak hanya menyuapi mereka dengan beras bagi orang miskin.<br /><br />Yang perlu digarisbawahi, kemiskinan adalah masalah sosial yang apabila terus ditumpuk bisa menjadi frustrasi sosial yang kemudian meledak menjadi kemarahan sosial.<br /><br />Karena itu, jangan pemerintah puas dengan statistik yang dipercantik di atas kertas. <span style="font-weight:bold;">(red/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-38522319074580957932010-12-14T12:03:00.000+07:002010-12-14T12:04:24.495+07:00Yogyakarta Melawan<span style="font-weight:bold;">APA </span>yang terjadi kemarin di Yogyakarta tidak bisa dikatakan lain kecuali satu kata: melawan. Rakyat Yogyakarta melawan total untuk menjaga eksistensi sistem pemerintahan yang selama ini mereka hormati.<br /><br />Hampir seluruh komponen kota itu tumpah ruah ke Gedung DPRD untuk menegaskan sikap mereka bahwa keistimewaan Yogyakarta harus dipertahankan apa adanya. Yogyakarta dipimpin sultan yang juga menjabat gubernur dan ditetapkan, bukan dipilih. Itulah keistimewaan Yogyakarta yang dibela rakyat mati-matian.<br /><br />Perlawanan rakyat Yogyakarta ternyata searah dengan kesepakatan fraksi-fraksi DPRD DIY. Semua fraksi, kecuali Fraksi Partai Demokrat, menyatakan setuju Gubernur DIY ditetapkan, bukan dipilih.<br /><br />Menangkah perlawanan rakyat Yogyakarta? Belum! Karena keputusan terakhir masih menunggu pembahasan RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta antara pemerintah pusat dan DPR di Jakarta.<br /><br />Menteri Dalam Negeri dan Partai Demokrat adalah dua pihak yang ngotot bahwa Gubernur DIY harus dipilih, bukan ditetapkan. Menangkah sikap pemerintah dan Partai Demokrat? Belum tentu. Bila tren hari ini bertahan, besar kemungkinan pemerintah akan kalah di DPR karena mayoritas fraksi, termasuk anggota koalisi, mendukung penetapan.<br /><br />Banyak yang bertanya tidak habis pikir. Apa begitu gentingnya Yogyakarta bagi Indonesia saat ini dan ke depan sehingga keistimewaannya perlu diubah? Pada sisi manakah Daerah Istimewa Yogyakarta bertentangan dengan demokrasi dan konstitusi?<br /><br />Keistimewaan Yogyakarta adalah pada kesepakatan dan penghargaan kita pada sistem pemerintahan yang menggabungkan jabatan sultan dan gubernur di satu tangan. Sama halnya kita memberi keistimewaan Aceh dengan membolehkan sistem hukum syariah yang berbeda dari sistem hukum nasional. Juga sama dengan keistimewaan Papua yang membolehkan perwakilan adat dalam sistem pemerintahan lokal.<br /><br />Kalau Aceh boleh memperoleh keistimewaan memberlakukan hukum kanun, mengapa Yogyakarta tidak dibolehkan mempunyai gubernur yang menyatu di tangan sultan? Pemerintah membuka perdebatan untuk perkara yang sangat tidak perlu untuk dipersoalkan.<br /><br />Penghargaan atas keistimewaan adalah bagian yang indah dan kaya dari sistem demokrasi dan hukum di Indonesia. Adalah kekeliruan besar menuduh Yogyakarta menganut sistem monarki yang bertentangan dengan demokrasi.<br /><br />Bila keistimewaan Aceh dan Papua ternyata berongkos mahal, Yogyakarta justru istimewa karena mengongkosi Republik ketika masih belia. Apakah negara kemudian begitu jahatnya untuk memereteli keistimewaan DIY? Inilah yang menyakitkan rakyat Yogyakarta sampai detik ini.<br /><br />Harus ada kebesaran jiwa para pemimpin dan elite untuk menyelesaikan kontroversi Yogyakarta. Rakyat Yogyakarta tidak menuntut yang aneh-aneh.<br />Mereka hanya ingin mempertahankan sebuah sistem yang selama ini terbukti tidak bertentangan dengan demokrasi dan konstitusi.<br /><br />Jangan anggap remeh rakyat Yogyakarta. Mereka memiliki tradisi perlawanan yang gagah berani.<span style="font-weight:bold;">(cok/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-79326962070917419472010-12-03T19:39:00.001+07:002010-12-03T19:39:47.085+07:00Meremehkan Momentum<span style="font-weight:bold;">MOMENTUM </span>dan komunikasi adalah dua hal yang tidak boleh kita pandang remeh. Keduanya teramat berbahaya untuk diletakkan di sudut sempit dan waktu yang terbatas.<br /><br />Kisruh di seputar keistimewaan Yogyakarta yang dipicu pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal monarki yang bertabrakan dengan konstitusi dan nilai-nilai demokrasi memberi pelajaran nyata betapa mahapentingnya momentum dan komunikasi.<br /><br />Presiden Yudhoyono memilih mengungkapkan soal keistimewaan Yogyakarta yang disandingkan dengan kata 'monarki' itu pada 26 November lalu, di depan sidang kabinet, di tengah masyarakat Yogyakarta yang belum sembuh dari luka akibat bencana Merapi.<br /><br />Karena disampaikan dalam sidang kabinet yang membahas banyak hal, penjelasan soal keistimewaan Yogyakarta pun hanya memperoleh ruang yang amat terbatas. Padahal, beberapa kata tidak cukup bisa menjelaskan soal keistimewaan Yogyakarta yang amat luas dan kompleks.<br /><br />Maka, ketika momentum yang salah itu berjalin dengan komunikasi yang tidak tuntas, muncullah keresahan, kemarahan, bahkan perlawanan. Celakanya, tidak ada respons yang cepat dari Presiden untuk menjernihkan persoalan. Butuh waktu satu minggu untuk menjelaskan.<br /><br />Dalam sepekan terakhir, tensi masyarakat Yogyakarta dibiarkan mendidih dengan eskalasi yang kian memuncak. Spanduk, stiker, dan posko-posko referendum yang mendesak agar Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX ditetapkan sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DIY pun muncul di mana-mana.<br /><br />Ketika situasi mendidih itu, Presiden tampil menjelaskan semuanya. Sebagai kepala negara, Yudhoyono setuju penetapan Sultan-Paku Alam sebagai gubernur-wakil gubernur untuk lima tahun mendatang.<br /><br />Ia juga setuju untuk menyerahkan pengaturan dan pembicaraan suksesi kepemimpinan di Yogyakarta kepada Sultan dan kerabatnya. Itu merupakan bagian dari 'koreksi' atas 'kekeliruan' memilih momentum dan cara berkomunikasi sebelumnya.<br /><br />Padahal, ketika kesempatan menjelaskan soal keistimewaan diberikan secara luas, kisruh tidak akan terjadi. Meski masih banyak yang menilai penjelasan Presiden kemarin berputar-putar, setidaknya substansi yang disampaikan jauh lebih baik daripada pernyataan sebelumnya.<br /><br />Karena itu, ke depan, lingkaran Istana harus mampu merumuskan bagaimana supaya pemimpin negara tidak begitu gampang menyampaikan sesuatu dengan waktu dan cara yang salah. Apalagi bila hal yang disampaikan itu mengandung sensitivitas yang tinggi di mata publik.<br /><br />Sebuah persoalan yang kompleks tidak bisa dijelaskan dengan waktu yang singkat dan sepotong-sepotong. Ketika SBY menjelaskan dengan alokasi waktu yang cukup dan fokus, walaupun untuk sebagian rakyat Yogya dianggap belum menenangkan, persoalan menjadi lebih jelas.<br /><br />Adalah tidak elok bila Presiden terlalu sering dipaksa melakukan klarifikasi atas kontroversi pernyataannya yang disalahtafsirkan. Kalau terlalu banyak khalayak salah tafsir pernyataan pemimpinnya, tidak salah juga bila sang pemimpin memperbaiki komunikasi politiknya, terutama soal ruang dan momentum. <span style="font-weight:bold;">(kos/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-81045957638577023202010-11-09T00:25:00.001+07:002010-11-09T00:25:52.689+07:00Beri Harapan dan Jaminan untuk Bangkit<span style="font-weight:bold;">SANGATLAH</span> memprihatinkan, ketika warganya terancam abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi yang eskalatif pada pekan lalu, masih ada juga kepala daerah dan pejabat tinggi negara yang tidak bersikap memilih prioritas. Kunjungan kerja ke luar daerah dan ke luar negeri tetap diteruskan sesuai agenda. Pernyataan yang bersubstansi <br /><br />“Masalah Merapi memang penting, tetapi itu bukan segala-galanya karena masih banyak persoalan lain” tentu sangat tidak tepat dari sisi hati nurani: simpati, empati, dan rasa sepenanggungan.<br /><br />Pentingnya para pemimpin terlibat ke dalam kondisi-kondisi tertentu yang dihadapi oleh rakyatnya. Juga bagaimana simpati atau empati itu bisa terekspresikan dengan kemampuan mengemas pernyataan yang tidak menimbulkan singgungan-singgungan yang malah menerbitkan luka. Inilah pentingnya prioritas, karena kesadaran adanya realitas yang membutuhkan “kehadiran” dan kebersamaan.<br /><br />Maka kita menyambut baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang turun langsung mengawal penanganan di seputar letusan Gunung Merapi, dengan “berkantor” di Yogyakarta. Kiranya tidak ada pilihan sikap yang lebih baik dari itu, ketika Merapi belum menunjukkan tanda-tanda penurunan aktivitas, sedangkan kompleksitas penanganan pengungsian dan keselamatan lebih dari 100 ribu warga jelas membutuhkan keserentakan langkah lewat komando yang efektif, berwibawa, dan menerbitkan atmosfer pengayoman.<br /><br />Menahan diri untuk tidak meneruskan agenda-agenda yang dari logika rasa sepenanggungan tidak relevan dengan kondisi bangsa saat ini, seharusnyalah tidak harus menunggu munculnya gelombang kritik. Bayangkanlah rakyat yang sedang berbalut lara di pengungsian: sampai kapan aktivitas Merapi berlangsung? Bagaimana kelak mereka harus me-recovery diri dan lingkungannya? Masih mungkinkah tempat tinggal yang menumbuhkan suasana trauma itu kembali dihuni? Lalu bagaimana solusi pilihannya?<br /><br />Pengerahan potensi kepemimpinan dalam penanganan tragedi Merapi ini tampak dicoba dilakukan secara serius, antara lain lewat kehadiran Presiden. Kita berharap hal itu mampu menciptakan tradisi sikap tanggap dan cekat menghadapi kondisi-kondisi serupa. Rakyat yang sedang menghadapi musibahlah yang nanti bisa memberi penilaian karena merasakan langsung produk kinerja penanggung jawab manajemen penanganan untuk meringankan penderitaan mereka, lalu memberi jalan keluar setelah bencana berlalu.<br /><br />Memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan darurat di pengungsian, baik menyangkut kesehatan, pangan, pakaian, kenyamanan psikologis, maupun proses pemulihan setelah bencana, merupakan poin-poin prioritas. Kehadiran para pemimpin dan semua otoritas manajemen penanganan bencana pun, mestinya mampu menggerakkan atmosfer solidaritas sosial, sehingga warga yang terkena musibah merasa memiliki modal psiko-sosial untuk kembali bangkit menyongsong hari depannya dan keluarganya. <span style="font-weight:bold;">(cok)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-15522520993887833142010-10-14T03:07:00.001+07:002010-10-14T03:07:54.467+07:00Korupsi dan Bahaya Permisivitas<span style="font-weight:bold;">GAGASAN </span>Kementerian Hukum dan HAM untuk memperberat hukuman bagi koruptor akan sia-sia, jika masyarakat kita bersikap tidak peduli dengan upaya untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Diyakini, korupsi makin tidak terkendali seiring dengan mentalitas yang makin mempersepsi korupsi sebagai hal biasa. Kekeliruan cara pandang itu pada gilirannya berkontribusi terhadap sikap pejabat yang menjadikan kejahatan korupsi sebagai alternatif atau kondisi mumpung untuk memperkaya diri.<br /><br />Kondisi demikian membuat upaya penjeraan tidak efektif, apalagi ada mekanisme remisi. Jika Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai sistem pemberantasan korupsi di Indonesia sebenarnya sudah baik, maka persoalan utamanya adalah mentalitas. Sebaik apa pun sistem tanpa dukungan moralitas, akan membuat regulasi tidak efektif. Orientasi hedonik para elite kekuasaan telah menciptakan cara pandang korupsi seolah-olah menjadi gaya hidup. Sementara masyarakat cenderung permisif, terkesan cuek, dan menganggap biasa.<br /><br />Permisivitas itu memperlebar ruang gerak koruptor, karena kontrol publik melemah. Korupsi seolah-olah bukan kejahatan luar biasa yang memerlukan strategi khusus untuk membasminya. Kondisi itu makin diperparah oleh pikiran praktis - pragmatis, yakni asal kebutuhan hidupnya tercukupi tanpa melihat dan merenungkan proses mendapatkannya. Maraknya politik uang dalam pemilihan kepala daerah antara lain karena sikap permisif dan pola pikir praktis-pragmatis masyarakat kita yang ”bersinergi” dengan politik nir-etika dari elite kekuasaan.<br /><br />Jadi siapakah yang memedulikan kepentingan lebih besar untuk membangun masa depan bangsa ini? Para pengejar kekuasaan menghalalkan segala cara, dan masyarakat dijadikan fondasi legitimasinya. Terhadap sejumlah kepala daerah yang terindikasi korupsi, keluarga, dan orang-orang dekatnya tersandung korupsi, ternyata masyarakat tetap memberikan suara untuk mereka. Ada alasan pragmatis, yang tentu mengabaikan idealita membangun kehidupan.<br /><br />Pemahaman keliru mengenai kekuasaan tampaknya terus berlangsung. Kedudukan dan jabatan dimaknai sebagai anugerah besar yang harus dirayakan. Cara mencapainya pun menindih nilai-nilai kebajikan. Kedudukan dan jabatan sebagai amanah, hanya sebatas slogan tanpa pemahaman mendalam akan risiko dan konsekuensinya. Bahwa watak dasar kekuasaan cenderung memperbesar diri dan tidak pernah membatasi dirinya; kekuasaan juga cenderung selalu membenarkan diri dan tidak tidak pernah mau disalahkan.<br /><br />Peningkatan status sosial sering dipahami harus berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraannya. Artinya kekuasaan termaknai sebagai kemakmuran. Maka pelaksanaan kekuasaan harus selalu berada dalam mekanisme kontrol. Supaya kontrol berjalan baik, dibutuhkan pemberdayaan kecerdasan masyarakat, dengan tidak memberi ruang permisif terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Kesimpulannya, dibutuhkan pendidikan politik yang berkarakter: antara lain berupa tanggung jawab para pemimpin untuk memberi keteladanan sikap dan perilaku.<span style="font-weight:bold;"> (cok/*sm)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-41937144344709680422010-08-28T05:25:00.001+07:002010-08-28T05:25:51.973+07:00Harapan Rakyat Berantas Korupsi pada Bambang dan Busyro<span style="font-weight:bold;">PANITIA </span>Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya mengajukan Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas sebagai kandidat Ketua KPK. Keduanya tersaring dari tujuh kandidat yang telah menjalani seleksi panjang. <br /><br />KPK membutuhkan orang yang berani memberantas korupsi. Bukan orang yang tanpa malu-malu hanya mengincar jabatan Ketua KPK. Orang yang mengincar jabatan biasanya lebih mengedepankan status daripada fungsi. Di tangan orang seperti itu, KPK dijamin mandul. <br /><br />Dari sedikit orang bersih di negeri ini, terpilihnya Bambang dan Busyro memberi harapan baru kepada rakyat Indonesia membersihkan negeri ini dari gerogotan sang ‘Tikus Koruptor’. Keduanya dikenal berani, berintegritas, jujur, dan punya kapabilitas serta kompetensi di bidang hukum. <br /><br />Bambang adalah pembela Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, dua pemimpin KPK yang dikriminalisasikan permufakatan jahat. Busyro adalah Ketua Komisi Yudisial yang antara lain membongkar beroperasinya mafia hukum di kalangan hakim perkara Gayus Tambunan. <br /><br />Tantangan bagi Bambang dan Busyro tidaklah ringan. Mereka harus menyelesaikan perkara-perkara kakap, seperti kasus Century, cek pelawat, hingga rekening tambun sejumlah perwira polri. <br /><br />Karena beratnya tugas KPK, lembaga ini harus memiliki kewenangan permanen. Kita perlu menekankan perkara kewenangan permanen itu karena, baru-baru ini, dalam pembahasan RUU Tindak Pidana Pencucian Uang, Fraksi Partai Golkar menyebut KPK adalah lembaga sementara yang kewenangannya juga bersifat sementara. <br /><br />Sungguh argumen Fraksi Golkar itu sesat adanya. Justru karena merupakan lembaga sementara, KPK wajib hukumnya diberi kewenangan permanen untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya secara cepat dan tepat. <br /><br />Persoalan selanjutnya yang menghadang proses seleksi pimpinan KPK adalah masa jabatan. DPR menginginkan jabatan pimpinan KPK yang kini dalam proses seleksi hanya satu tahun, melanjutkan masa kepemimpinan Antazari Azhar. Akan tetapi, panitia seleksi menginginkan masa jabatan pimpinan KPK empat tahun. <br /><br />Undang-Undang KPK menyebut masa jabatan pimpinan KPK empat tahun. Undang-Undang KPK tidak mengenal istilah melanjutkan masa jabatan. Oleh karena itu, kita mendukung panitia seleksi yang menginginkan masa jabatan pimpinan KPK yang sedang dalam proses seleksi ini adalah empat tahun. <br /><br />Lagi pula, buat apa buang waktu hanya untuk mencari ketua baru, sementara korupsi bukan berkurang, melainkan mengganas dan merajalela ? Apakah kedua orang itu mampu mengikis para Koruptor di negeri ini, kita tunggu saja kinerja mereka yang mereka terpilih nanti dan diharapkan sesuai dengan harapan seluruh rakyat Indonesia. <span style="font-weight:bold;">(cok/mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-44044679600340161252010-08-12T21:52:00.000+07:002010-08-12T21:53:23.921+07:00Pelembagaan Premanisme<span style="font-weight:bold;">KEKERASAN</span> semakin menemukan ruang hidup di negeri ini. Bila dua-tiga orang bersepakat terhadap soal yang sama dan karena itu bersepakat juga melakukan kekerasan, tidak membutuhkan waktu lama bagi mereka untuk memperoleh pengakuan negara. Dia melembaga.<br /><br />Lembaga-lembaga itu, lengkap dengan seluruh atributnya, lalu memamerkan dan memaksakan kehendak kepada orang lain dengan kegigihan radikal. Celakanya, negara yang oleh konstitusi diwajibkan melindungi kenyamanan dan ketenteraman warganya semakin tidak berdaya.<br /><br />Negara menjaga eksistensinya melalui payung suci bernama ideologi. Hingga detik ini, belum ada deklarasi resmi dari negara dan rakyat Indonesia bahwa ideologi Pancasila sudah tidak berlaku lagi dan karena itu setiap kita boleh bereksperimen dengan ideologi yang lain.<br /><br />Tidak ada satu pasal pun dalam Pancasila yang cuma lima itu yang menganjurkan kekerasan, apalagi melembagakannya. Hanya negara dengan sistem hukum yang mengatur dan mengawasi secara ketat yang boleh menggunakan kekerasan. Di luar negara, tidak ada organisasi sipil dengan atribut apa pun yang sah mendemonstrasikan radikalisme.<br /><br />Karena ideologi adalah payung suci, perlawanan terhadap ideologi negara adalah perampasan jahat dan karena itu harus ada instrumen dan argumen yang membenarkan penghukuman model perampasan seperti itu. Itulah tugas suci negara.<br /><br />Kita memiliki sistem hukum, tetapi tercerai-berai oleh argumen yang riuh rendah. Dan negara membolehkan, bahkan menyerah pada, radikalisme argumen dan tindakan.<br /><br />Lihat organisasi terorisme yang merambah cepat ke dalam sistem berpikir kita, yang pintar maupun yang bodoh. Lihat bagaimana kenyamanan warga jadi rebutan organisasi berbasis etnik, agama, maupun kepentingan kerdil. Lihat bagaimana warga yang meneriakkan keyakinan agamanya menyiksa warga yang beragama lain maupun yang beragama sama.<br /><br />Negara yang dilengkapi seluruh legalitas opsi kekerasan dalam rangka penegakan hukum dan kebenaran cenderung menjadi penonton. Kalau ada porsi pengaturan sebagai manifestasi tugas pemerintah, opsi itu dilakukan dengan semangat minimalis.<br /><br />Setiap ada kekerasan oleh pelaku yang sama dengan organisasi yang sama ditanggapi pemerintah dengan rapat dan statement. Inilah pemerintahan yang menyelenggarakan tata kelola cukup dengan statement.<br /><br />Negara dengan sistem hukum yang tidak tegak akan menyuburkan premanisme. Premanisme dalam negara semacam ini tidak melulu dilaksanakan warga, tetapi juga oleh negara.<br /><br />Kita merindukan negara yang kuat melindungi sistem hukum dan karena itu menjamin keamanan dan kenyamanan warganya. Untuk itu, negara harus hadir, kuat, dan berbuat. Negara tidak bisa mendelegasikan fungsi penegakan hukum kepada kaum sipil. Apalagi sengaja membiarkan kewenangannya dirampok. <span style="font-weight:bold;">(cok/mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-15051427885945739012010-07-28T02:45:00.000+07:002010-07-28T02:46:09.106+07:00Penghentian Kasus Century<span style="font-weight:bold;">PARTAI</span> Demokrat, partai terbesar dan berkuasa saat ini, akhirnya menunjukkan kemauan politik mereka untuk menghentikan kasus Bank Century. Seusai Rapat Paripurna DPR, Senin (26/7) lalu, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman yang berasal dari partai tersebut terang-terangan meminta kasus itu ditutup secara hukum. Alasannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung sudah menyatakan tidak menemukan unsur tindak pidana korupsi.<br /><br />Pernyataan Benny itu, meskipun tidak otomatis merupakan sikap resmi partai, jelas merefleksikan sikap Partai Demokrat dalam mengusut skandal Century. Dan sesungguhnya, gejala ini tidak mengejutkan. Sebab, sejak jauh hari, sebelum DPR membentuk Pansus Century, publik sudah skeptis dengan komitmen politik Partai Demokrat dalam mengusut tuntas skandal itu.<br /><br />Salah satu buktinya, para anggota Pansus Century dari Demokrat tidak bertanya secara kritis kepada narasumber yang dipanggil dalam sidang terbuka yang disiarkan langsung oleh televisi.<br /><br />Namun, betapa pun tidak mengejutkan, pernyataan Benny sangat memprihatinkan. Di saat publik terus mendesak penegak hukum mengusut setuntas-tuntasnya dan seterang-terangnya skandal Century, pemimpin Komisi III DPR itu malah ingin membuat kasus itu segera berakhir.<br /><br />Kasus Century merupakan kasus yang nyata-nyata menimbulkan kerugian negara secara masif. Kasus itu telah menjadi amanat konstitusional agar diusut secara hukum hingga tuntas karena telah diputuskan DPR dalam sidang paripurna, yang sangat jelas dan tegas menyatakan dalam kasus Century telah terjadi pelanggaran hukum.<br /><br />Keputusan itu merupakan keputusan yang tidak saja mengikat seluruh fraksi, tetapi juga anggota DPR. Bahkan, DPR juga telah membentuk badan pengawas kasus Century untuk mengawal proses hukum kasus itu yang dijalankan KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Sebab ada kesan KPK, kepolisian, dan kejaksaan lambat dalam memproses kasus tersebut.<br /><br />Eh, yang terjadi sekarang, malah dalam kedudukan sebagai Ketua Komisi III DPR, yang mengurus masalah hukum, Benny justru meminta terang-terangan agar skandal Century ditutup secara hukum.<br /><br />Semestinya sebagai pemimpin Komisi III, Benny justru memberikan tekanan politik kepada kepolisian, kejaksaan, dan KPK agar bertindak lebih cepat dan tegas dalam memproses siapa yang bersalah dan harus bertanggung jawab di depan hukum. Bukan mendorong kasus yang sudah terang menjadi gelap kembali.<br /><br />Skandal Century adalah kejahatan besar yang harus dihukum. Bukan diberikan pengampunan, bahkan sebelum para tersangkanya ditentukan dan kasusnya sampai di pengadilan. <span style="font-weight:bold;">(red/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-58485837706674666522010-07-12T18:42:00.001+07:002010-07-12T18:42:33.353+07:00Kekerasan Terhadap Aktivis<span style="font-weight:bold;">REPRESI</span> yang pernah berlangsung semasa Orde Baru ternyata belum benar-benar hilang di era keterbukaan sekarang ini. Buktinya, orang atau lembaga yang bergiat memberantas korupsi sangat mudah menjadi korban kekerasan.<br /><br />Itulah yang dialami Tama Satria Langkun, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW). Ia dianiaya sekelompok orang saat subuh, pekan lalu, dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Dia cedera berat, mendapatkan 29 jahitan di kepala dan kaki. Hingga kini ia masih dirawat di rumah sakit.<br /><br />Tama adalah salah satu aktivis yang melaporkan rekening perwira polisi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa waktu lalu, setelah kasus itu juga dimuat majalah Tempo yang belakangan dilempari dengan bom molotov.<br /><br />Meskipun kekerasan terhadap Tama berdekatan waktunya dengan pelaporan dan insiden itu, tidak patut berprasangka, apalagi menuduh bahwa ada polisi bodoh berada di balik tindakan pengecut itu. Akan tetapi, terlalu naif juga untuk menarik kesimpulan bahwa kasus itu murni tindakan kriminal biasa terhadap seorang aktivis dari organisasi yang sangat vokal menyuarakan pemberantasan korupsi.<br /><br />Sejujurnya harus diakui bahwa tidak semua orang, tidak semua kalangan, senang hatinya jika negara ini bersih dari korupsi. Bahkan, sangat kuat indikasi meningkatnya resistensi, bahkan perlawanan, terhadap pemberantasan korupsi. Dalam perspektif itulah harus dipandang upaya melumpuhkan pimpinan KPK, teror terhadap institusi pers yang gencar membongkar rekening pejabat, serta usaha pembunuhan terhadap aktivis ICW.<br /><br />Sangat jelas ada serangkaian ikhtiar untuk menggemboskan gerakan pemberantasan korupsi, yang terjadi justru di tengah gencarnya suara elite mendukung tegaknya pemerintahan yang bersih. Bukan sembarang ikhtiar sebab bermaksud menghabisi nyawa aktivis.<br /><br />Kekerasan terhadap para aktivis adalah kekerasan yang di masa lalu secara tipikal kerap dikaitkan dengan keterlibatan negara atau pejabat negara.<br /><br />Kekerasan itu merupakan bentuk ketakutan atas terungkapnya kejahatan yang dilakukan kekuasaan. Kekerasan itu adalah upaya membungkam pencari kebenaran.<br /><br />Zaman telah berubah dari era otoriter dan militerisme menjadi zaman yang terbuka, otonom, dan demokratis. Tetapi, ternyata kekerasan terhadap aktivis masih terjadi di era pemberantasan korupsi sekarang ini. Cara-cara lama itu belum hilang, sekalipun rezim Orde Baru telah tumbang.<br /><br />Bila pelaku upaya pembunuhan Tama itu tidak berhasil ditangkap, itu pertanda sangat buruk bagi upaya pemberantasan korupsi. Sangat buruk karena begitu mudahnya koruptor bisa melakukan kekerasan terhadap aktivis dan begitu mudahnya lolos setelah melakukan dua kejahatan sekaligus, yakni korupsi dan kekerasan.<br /><br />Negara ini diberi predikat sangat memalukan karena tergolong paling hebat di bidang korupsi. Bila hebatnya korupsi itu dibiarkan bergandengan tangan dengan hebatnya kekerasan terhadap aktivis, sempurnalah negara ini menjadi negara yang paling aib. <span style="font-weight:bold;">(red/*mi)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-60222062060070970862010-05-29T19:06:00.000+07:002010-05-29T19:07:13.995+07:00Awas, KPK Terus Dirongrong<span style="font-weight:bold;">PERORANGAN </span>terhadap eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berlangsung melalui beragam pintu masuk. Setelah aneka manuver dikreasi oleh berbagai elemen yang berkepentingan melawan pembudayaan sikap antikorupsi, kini pendaftaran calon pimpinan KPK juga berpotensi dijadikan peluang untuk melemahkan lembaga ekstrajudisial tersebut. Salah satu indikasinya, nama-nama pengacara yang tereferensikan pernah menjadi pembela koruptor ikut mendaftar ke meja panitia seleksi.<br /><br />Memang merupakan hak bagi tiap warga negara untuk ikut berkiprah dalam perang melawan korupsi. Justifikasi tentang ”siapa pun” itu juga tidak membatasi latar belakangnya. Namun kompetensi tetaplah merupakan logika utama dalam persyaratan sebagai koridor kelayakan seseorang, apalagi terkait dengan sebuah badan yang membawa beban integritas dan pencitraan tinggi seperti KPK. Logika kompetensi itu terutama menyangkut rekam jejak yang dibutuhkan untuk memberi roh dan vitalitas yang dibutuhkan.<br /><br />Langkah sejumlah orang untuk mendaftar, yang dari logika kompetensi seharusnya memahami seperti apa kebutuhan KPK terhadap integritas personal dan kualitas kepemimpinannya, bagaimanapun menggambarkan betapa upaya pelemahan lembaga tersebut makin terbuka. Rentetan peristiwa sebelum ini, yang dipuncaki dengan skandal kriminalisasi pimpinan KPK lewat sebuah rekayasa hukum, mengakumulasikan beragam cara untuk menggembosi perjuangan pembudayaan sikap antikorupsi.<br /><br />Benar-benar minimkah dukungan politik terhadap lembaga yang disadari menjadi harapan di tengah meredupnya pelita penegakan hukum melalui institusi-institusi reguler ini? Sejauh ini, suka atau tidak suka kita patut mengatakan ”ya”. Faktanya, pintu masuk pembonsaian itu berlangsung secara masif, baik melalui entry perundang-undangan dalam menyikapi Peradilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, disharmoni antarlembaga, serta komitmen pemerintah (legislatif dan eksekutif) yang cenderung masih ambigu. <br /><br />Padahal yang dibutuhkan oleh KPK adalah dukungan total, dengan membangun penyadaran mengenai kondisi darurat korupsi. Semua itu jelas membutuhkan sikap-sikap luar biasa. Pemilihan pimpinan KPK, terutama ketuanya, sangat berpotensi diwarnai oleh berbagai kepentingan kekuatan-kekuatan politik, seperti dalam kilas balik keterpilihan Antasari Azhar yang kemudian terpuruk karena kasus pembunuhan. Pengawalan rakyatlah yang akhirnya harus diketengahkan untuk menghadapi realitas demikian itu.<br /><br />Komitmen pemerintah juga akan terlihat: sejauh mana keberpihakan untuk membangun atmosfer antikorupsi. Jika pemerintah, yang juga didukung oleh kekuatan-kekuatan politik malah terjebak dalam aneka permainan pendukungnya, sehingga malah melindungi sejumlah kepentingan, tarik-ulur terhadap eksistensi KPK akan terus berlangsung. Maka sterilisasi lembaga tersebut kita harapkan dijaga sejak awal oleh panitia seleksi dengan menerapkan standar mutlak bagi logika kompetensi dan rekam jejak. <span style="font-weight:bold;">(red/*smc)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-49030674356422739472010-05-03T21:32:00.001+07:002010-05-03T21:32:36.903+07:00Memosisikan Buruh sebagai Manusia<span style="font-weight:bold;">HARI </span>Buruh Internasional baru saja diperingati 1 Mei pekan lalu. Peringatan tersebut berselang tidak lama dari kerusuhan pada perusahaan galangan kapal di Batam yang dipicu oleh perlakuan buruk terhadap para buruh lokal. Kasus itu, beserta kasus-kasus ketidakpuasan kalangan buruh lainnya, mestinya menjadi pelajaran untuk terus memperbaiki kondisi agar kejadian yang merugikan semua pihak tidak berulang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para pekerja atau buruh mencegah tindakan anarkis. Jika timbul suatu masalah, sebaiknya diselesaikan bersama manajemen.<br /><br />Dari peringatan Hari Buruh Internasional tersebut ada beberapa hal yang menjadi tuntutan para buruh, terutama penghapusan sistem outsourcing atau kerja alih daya yang sekarang diterapkan oleh banyak perusahaan serta reformasi jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Nasib buruk akibat sistem itu membuat prioritas perjuangan serikat buruh di seluruh dunia kini fokus pada perlawanan terhadapnya. Kemerebakan penerapan sistem kerja kontrak di berbagai negara, termasuk Indonesia tak bisa dilepaskan dari realitas persaingan ekonomi global.<br /><br />Pendapat yang mengemuka adalah, peningkatan daya saing dan produktivitas hanya mungkin tercapai apabila ada kebijakan penyesuaian atas pasar kerja yang lebih efisien dan murah. Pemikiran itu selanjutnya diterjemahkan sebagai sistem hubungan kerja yang memberi kemudahan dalam melakukan perekrutan dan pemecatan. Bank Dunia pernah mengumumkan survei tentang peringkat negara paling efisien dalam perekrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Makin sedikit biaya PHK, kian bagus buat investor asing. Setelah dikritik serikat buruh dan Organisasi Buruh Internasional (ILO), survei itu lalu diralat.<br /><br />Sebagai pemilik modal, banyak pengusaha mengabaikan hak-hak buruh, tidak taat hukum, tak mengedepankan dialog, dan anti terhadap serikat buruh. Di sisi lain, lapangan kerja yang terbatas menyebabkan posisi tawar buruh lemah, sehingga menjadi alat penekan. Sebaliknya, ada buruh yang ingin menang sendiri, hanya terus menuntut tanpa dilandasi nalar, serta tidak mau mengerti kesulitan yang dihadapi oleh pengusaha. Solusinya adalah mengubah paradigma. Setiap pihak harus memandang pihak lain sebagai mitra. Buruh tak dianggap sebagai alat produksi belaka, tetapi sebagai manusia.<br /><br />Mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional, sudah lima tahun lebih sejak UU Nomor 40/ 2004 terbit, pemerintah tak juga melengkapi peraturan pemerintah dan peraturan presiden yang diamanatkan. Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial yang seharusnya ada sejak 20 Oktober 2009, sekarang tak jelas rimbanya. Pemerintah kian jauh meninggalkan rakyatnya. Para elite politik lebih sibuk menjaga ”kursi” ketimbang memikirkan jutaan rakyat, termasuk buruh. Mungkin ada yang berpikir, Sistem Jaminan Sosial Nasional hanya akan menguras APBN paling tidak Rp 37 triliun dan berpotensi menjadi subsidi baru.<br /><br />Sehubungan dengan upaya memanusiakan para buruh, pemerintah perlu meninjau ulang sistem outsourcing yang menunjukkan gejala bakal makin diikuti oleh banyak pengusaha. Mesti ada ketentuan atau aturan yang membatasi penerapan sistem tersebut. Harus diakui, lapangan kerja memang tergolong barang langka, tetapi tidak berarti lantas menganggap tenaga kerja atau buruh hanya semacam sekrup dalam suatu proses produksi. Mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional, belum terlambat bagi pemerintah untuk segera mewujudkan sebagai bukti perhatian kepada rakyatnya.<span style="font-weight:bold;">(red/*smc)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-83223527890935252762010-04-13T19:43:00.000+07:002010-04-13T19:44:18.355+07:00Mengusut Markus dan Mafia<span style="font-weight:bold;">PERKARA</span> makelar kasus (markus) pajak dan mafia hukum di berbagai lembaga negara, kini terus diusut oleh aparat berwenang. Langkah ini diharapkan bisa mengikis habis mafia pajak dan mafia hukum yang bergentayangan bagai sarang laba-laba.<br /><br />Kini kasus makelar pajak yang melibatkan mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan meluas. Dalam perkembangannya, sejumlah kasus penggelapan pajak yang merugikan negara mulai diungkap kembali, dan merembet ke dugaan keterlibatan sejumlah pejabat tinggi di pemerintahan.<br /><br />Setelah sebelumnya menyeret mantan orang Deplu Syahril Johan, dan mantan Wakapolri Komjen (Purn) Makbul Padmanegara, kini dua pejabat tinggi di pemerintahan dan lembaga kenegaraan disebut-sebut tersangkut kasus penggelapan pajak. Nama SJ mencuat setelah mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Susno Duadji melakukan rapat tertutup bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI.<br /><br />Saat itu, Susno membeberkan praktik makelar kasus yang membelit institusi kepolisian. SJ yang adalah mantan staf ahli jaksa agung yang kini tengah berada di Australia untuk berobat rutin. Pihak Kepolisian mengatakan telah memeriksa SJ di Australia.<br /><br />Zul Armain, kuasa hukum mantan Kabareskrim Mabes Polri, Komjen (Pol), Susno Duadji, memastikan, semua data atau fakta terkait dugaan keterlibatan sejumlah mantan pejabat dan pejabat aktif dalam praktik makelar kasus pajak, telah dimiliki kliennya yang sewaktu-waktu siap menyerahkan data tersebut jika diperlukan penyidik Polri atau instansi terkait lainnya, dalam rangka penyelesaian kasus itu untuk kepentingan penegakan hukum.<br /><br />Kini publik meminta Polri untuk meminta keterangan semua pihak yang disebutkan kliennya, yang diduga tersangkut kasus mafia pajak dan makelar kasus.<br /><br />Menarik bahwa penyidik dan tim independen sudah beberapa kali meminta Susno memberikan data terkait perkembangan masalah makelar kasus dan mafia pajak, termasuk siapa saja yang diduga terlibat. Namun, undangan itu tidak kunjung dipenuhi mantan Kabareskrim tersebut. Ini juga ironis.<br /><br />Bahkan Makbul Padmanegara membantah semua tuduhan dirinya terlibat makelar kasus dan bersekongkol dengan Sjahril Johan. Giliran Makbul yang menuding justru Susno yang selama ini lebih dekat dengan SJ. Keduanya bagai kakak beradik. Itu juga ironis.<br /><br />Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melaporkan bahwa tim independen Mabes Polri akan memeriksa oknum makelar kasus (markus) berinisial SJ pada pekan ini. Tim Mabes Polri akan memeriksa SJ terkait dengan dugaannya sebagai markus pada beberapa perkara di kepolisian.<br /><br />Materi pemeriksaannya sudah memasuki tahap penyelidikan sehingga tim independen akan meminta keterangan SJ. Pemeriksan terhadap SJ juga untuk mengungkap indikasi yang terkait kasus kejahatan pencucian uang, perpajakan, dan korupsi dengan tersangka Gayus Tambunan.<br /><br />Publik berharap, langkah kepolisian ini bisa membongkar secara keseluruhan praktik markus hingga ke akar-akarnya, sehingga kepercayaan kepada Polri tetap terjaga dan tidak runtuh begitu saja.<span style="font-weight:bold;">(red/*inc)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-70089748629911055142010-03-17T02:00:00.000+07:002010-03-17T02:01:17.099+07:00Sambut Obama Secara Islami<span style="font-weight:bold;">KETUA </span>Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengimbau, agar umat Islam Indonesia tidak menolak kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Hussein Obama, ke Indonesia. <br /><br />Sebab, penolakan itu bertentangan dengan etika Islam seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, kata Hasyim di Jakarta.<br /><br />Menolak tamu, dalam kapasitas diplomasi internasional, juga bertentangan dengan etika Islam. Tidak ada aturan dalam Islam menolak tamu, ia menjelaskan terkait maraknya rencana aksi menolak kunjungan Obama ke Indonesia dalam waktu dekat ini.<br /><br />Rasulallah, Nabi Muhammmad SAW, mengajarkan umat Islam untuk berhubungan diplomatik dengan agama lain, termasuk dengan Yahudi pada masa itu.<br /><br />Apalagi, Presiden Obama selama ini menunjukkan kemauan baik dalam memperbaiki hubungannya dengan dunia Islam. Sekalipun hasilnya belum maksimal, namun mulai terasa.<br /><br />Mantan Menteri Agama, Muhammad Maftuh Basyuni, mengatakan, bahwa tidak elok menolak kedatangan Obama ke Indonesia. Selain tak sejalan dengan etika Islam sendiri, juga tak sesuai dengan ajaran Nabi yang mau bersedia berdialog dengan golongan mana pun.<br /><br />Para ulama harus memberikan kesejukan kepada umatnya, karena manfaat -- apa pun hasilnya -- dari kunjungan Obama, akan membawa hikmah dan efek positif bagi dunia Islam, kata Maftuh.<br /><br />Ketika Presiden Susolo Bambang Yudhoyono ke AS beberapa waktu lalu mendapat sambutan dari Obama. Lantas, ketika Obama datang ke Indonesia ada yang menolak, maka menurut Maftuh, di mana etika Islam?<br /><br />Kunjungan balasan Obama ke Indonesia patut mendapat sambutan. Apalagi dalam rangka meningkatkan hubungan internasional dalam prespektif yang lebih luas, ujarnya.<br /><br />Oleh karena itu, etika Islam dalam menyambut kedatangan Obama sangat pantas dikedepankan. Menghormati tamu, dari golongan mana pun, dalam ajaran Islam harus mendapat tempat sepantasnya<br /><br />Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menyatakan bahwakunjungannya ke Indonesia harus disambut dan dimanfaatkan untuk membangun dialog antara dunia Islam dan Obama.<br /><br />Kendati ia juga mengaku agak kecewa dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama terkait dengan pidatonya di Mesir tentang hubungan baru Barat dengan dunia Islam yang belum direalisir, namun kedatangannya harus disambut.<br /><br />"Saya sebenarnya kecewa dengan fakta itu," ujarnya di Surabaya.<br /><br />Namun, ia mengajak seluruh penduduk Indonesia menyambut kedatangan Obama.<br /><br />Din tetap mengapresiasi kedatangan Obama di Indonesia. Kunjungannya ke Indonesia harus disambut dan dimanfaatkan untuk membangun dialog antara dunia Islam dan Obama.<br /><br />"Saya mengusulkan ada agenda khusus untuk mempertemukan tokoh-tokoh agama dengan Obama," ujarnya.<br /><br />Oleh karena itu, sewajarnya umat Islam menyambut Obama. Obama adalah Presiden AS yang punya niat membangun dialog dengan dunia Islam dan kerja sama dengan Indonesia. Apalagi, ia secara historis punya ikatan dengan Indonesia.<br /><br />"Kita bisa menciptakan dialog saat kunjungan Obama. Saya yakin dengan dialog dapat membangun hubungan lebih baik, khususnya dengan dunia Islam," katanya lagi.<br /><br />Kedatangan Obama, dinilainya, tidak perlu dipermasalahkan dan tak perlu ditolak, sehingga masyarakat khususnya Islam, dan hendaknya menyambut serta menerimanya sebagai tamu.<br /><br />"Berdasarkan ajaran Islam menyambut dan menerima kedatangan tamu adalah hal yang baik. Untuk itu, Obama sudah seharusnya disambut dan diterima seperti kunjungan presiden dari negara lainnya," katanya.<br /><br />Din menyayangkan sikap beberapa organisasi masyarakat yang menolak kedatangan Obama dengan menggelar unjuk rasa. Namun kata Din, itu adalah bagian dari hak demokrasi.<br /><br />Hanya saja Din menyayangkan jika niat baik harus ditolak. "Saya harap masyarakat juga menghormati dan menerima kedatangan Presiden AS tersebut. Terlebih, Obama juga mempunyai hubungan emosional dengan Indonesia, karena ia pernah sekolah dasar di Jakarta," katanya.<br /><br />Sebelumnya di tanah air mengemuka berita bahwa sejumlah Organisasi (Ormas) Islam menegaskan akan melakukan unjuk rasa menolak kedatangan Obama.<br /><br />Salah satu di antaranya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pada Selasa siang Ormas Islam ini menyelenggarakan pertemuan dan diskusi menolak kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang dijadwalkan Maret ini.<br /><br />Diskusi yang diusung "Menyingkap Kejahatan Amerika dan Misi di Balik Lawatan Obama".<br /><br />Ratusan hadirin yang tergabung dalam HTI atau pun ormas Islam lainnya memenuhi ruangan diskusi. Para ibu dengan menggendang anak balita pun banyak yang ikut dalam diskusi tersebut.<br /><br />Salah satu anggota HTI, Rahmat Labib pada sambutan awal diskusi, mengatakan, tak seharusnya Obama yang datang disambut sebagai tamu.<br /><br />"Aneh kalau ada yang menganggap kedatangan Obama adalah tamu," ia mengatakan.<br /><br />Pada diskusi menjelang kedatangan Obama tersebut mengundang mantan KSAD Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, mantan anggota DPR Abdillah Toha, pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy, dan juru bicara HTI Ismail Yusanto sebagai pembicara.<br /><br />Nada keras penolakan datangnya Obama juga datang dari Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq.<br /><br />Ia memahami sikap pemerintah menerima kedatangan Presiden Amerika Barack Obama ke Indonesia. Tetapi ia juga meminta agar aparat keamanan tak mengahalangi aksi menolakan umat Islam terhadap Presiden Amerika Serikat itu. Obama, sebagai kepala negara juga haruis bertanggung jawab atas kehancuran negara-negara Islam di dunia.<br /><br />Sebagai tuan rumah, tentu bangsa Indonesia harus mengormati setiap tamu yang datang, dan itu diajarkan Islam. Tetapi jika di lapis bawah ada aksi penolakan kedatangan Obama ke Indonesia, itu bukan menyerang pribadi Obama tetapi kapasitasnya sebagai pemimpin Amerika yang harus bertanggung jawab atas aksi pembunuhan dan pembataian yang dilakukan tentaranya di Afganistan, Irak, Gaza dan negera-negar Islam lainnya.<br /><br />"Penolakan terhadap Obama, memang harus disuarakan. Kalau umat Islam tidak melakukan aksi protes dan diam saja maka Obama mengira Umat Islam di Indonesia yang jumlahnya terbesar di dunia menyetujui atau menjadi legitimasi apa yang dilakukan Amerika selama ini," katanya.<br /><br />Berbeda dengan Suryadharma Ali, Pimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pimpinan Partai berbasis Islam ini mengaku tak sepakat dengan penolakan kehadiran Presiden Amerika Serikat Barack Obama seperti yang disuarakan HTI dan FPI.<br /><br />Ia melihat justru menilai kehadiran Obama akan membawa pengaruh positif bagi Indonesia.<br /><br />"Kedatangan Obama positif karena ada harapan baru bagi cepatnya perdamaian dunia Islam," papar Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali, yang juga Menteri Agama.<br /><br />Pernyataan itu juga didukung Sekretaris Fraksi PPP DPR, Romahurmuziy. Romi menilai kedatangan Obama akan membawa pengaruh positif bagi Indonesia.<br /><br />"Obama sudah menunjukkan good will-nya menghapus masa lalu doktrin unilateralisme AS dengan menutup Guantanamo, menetapkan penarikan pasukan dari Irak, serta mengunjungi beberapa negara Timur Tengah, dan kali ini Indonesia," ujar Romi.<br /><br />Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, mengajak semua pihak untuk menerima kedatangan Presiden Obama ke Indonesia dengan tangan terbuka.<br /><br />Pernyataan ini disampaikan Dino menyusul penolakan sejumlah ulama di daerah terhadap kedatangan orang nomor satu di AS ini.<br /><br />"Kita sambut orang yang datang ke negara kita dengan iktikad baik. Kita harus sambut baik dan tak perlu berprasangka," katanya dalam keterangan pers di sela sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, awal pekan ini.<br /><br />Ia mengatakan, menghormati kebebasan berbicara sebagai bagian dari demokrasi. Sikap para ulama adalah respons yang wajar.<br /><br />Namun, ia menekankan bahwa Obama itu cinta sama Indonesia. "Bukan harfiah ya, tapi secara genuine. Kaitan batinnya terhadap Indonesia juga cukup tinggi," ia menjelaskan.<br /><br />Obama membawa iktikad baik dan semangat baru untuk menjalin kerja sama dengan Indonesia melalui penandatanganan comprehensive partnership dalam berbagai sektor.<br /><br />"Obama kan juga aktif membangun komunikasi yang outreach dengan dunia Islam, contohnya, pidatonya di Kairo dan kaitannya dengan kebijakan progresif terkait itu," tandasnya<br /><br />Menteri Luar Negeri (Menlu), Marty Natalegawa, mengumumkan bahwa kedatangan Presiden Obama pada 23 Maret 2010, namun program rincinya selama di Jakarta masih dalam proses penyusunan.<br /><br />Dino Patti Djalal juga menyatakan kunjungan Obama ke Indonesia akan dimulai dari Taman Makam Pahlawan (TMP) di Kalibata dan kemudian kunjungan kehormatan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, makan malam kenegaraan, dan melanjutkan lawatannya ke Australia.<span style="font-weight:bold;">(red/*an)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-19716747947182078112010-02-22T22:57:00.000+07:002010-02-22T22:58:03.840+07:00Kini Banjir Hanya Semata Kaki<span style="font-weight:bold;">AJUN</span> Inspektur Dua Ngadimin tidak lagi tersenyum kecut saat hujan deras mengguyur pos polisi Kebon Nanas, di tepi jalan DI Panjaitan, Jakarta, tempatnya bertugas selama 20 tahun.<br /><br />Hulu Kali Cipinang, yang berada tepat di belakang pos polisi tempatnya menjaga keamanan dan lalu lintas itu, sekarang lebih jinak. Jalan DI Panjaitan di sekitar Kebon Nanas, yang menjadi tanggung jawabnya, juga tidak lagi sebentar-sebentar macet karena banjir. Kalaupun ada banjir, katanya, hanya semata kaki dan surut begitu hujan berhenti.<br /><br />Ngadimin hanya tahu satu hal mengapa banjir tidak lagi rajin datang seperti tahun-tahun sebelumnya. "Kali belakang lebih lancar," katanya pekan lalu.<br /><br />Kali Cipinang di belakang pos itu lebih lancar karena Kanal Banjir Timur sudah beroperasi sejak 31 Desember lalu. Sodetan itu berawal dari Kali Cipinang di belakang kuburan Tionghoa di Kebon Nanas, Jakarta Timur, mengular sepanjang 23,5 kilometer hingga menyentuh Laut Jawa di Marunda, Jakarta Utara.<br /><br />Proyek ini belum sepenuhnya kelar. Gubernur Fauzi Bowo mengatakan trase basah (jalur air kanal) baru 99 persen, karena masih ada beberapa titik yang belum mencapai lebar maksimal. Lebar kanal bervariasi antara 70 dan 100 meter.<br /><br />Daerah bibir sungai atau trase kering apalagi. Fauzi mengatakan masih terdapat 500 ribu meter persegi tanah yang harus dibebaskan untuk membangun tepian sungai.<br /><br />Wakil Gubernur Prijanto menyatakan, dari total 13 kelurahan yang dilalui Kanal Timur, baru 6 kelurahan yang trase keringnya siap diukur dan disosialisasikan ke masyarakat. Masalah penggantian tanah warga itu juga terhambat belum keluarnya Nilai Jual Obyek Pajak 2010 dari Kantor Pajak. "Jadi belum ada patokan harga karena NJOP berubah setiap tahun," ujarnya kepada Tempo.<br /><br />Trase kering lebarnya beda-beda. Di hulu sekitar 18 meter dan di hilir 9 meter. Lahan itu akan digunakan untuk sarana penunjang seperti jalan inspeksi dan jalur hijau. Pemerintah telah menyiapkan 5000 pohon untuk menghijaukan tepian Kanal Timur. Diantaranya adalah jenis pohon trembesi.<br /><br />Prijanto memastikan, belum rampungnya trase kering tidak akan mengganggu kinerja Kanal Timur dalam menghadang banjir Jakarta, yang didesain dengan kapasitas laju air 370 meter kubik per detik. "Sampai hujan deras tadi debit airnya tidak sampai luber," katanya.<br /><br />Sodetan itu memang mengurangi debit air di lima sungai yang kerap jadi biang kerok banjir: Cipinang, Sunter, Buaran, Kramat Jati, dan Cakung. Daerah cakupannya mencapai 20 ribu hektare di belahan timur dan utara Ibu Kota.<br /><br />Tentu saja tidak semua banjir teratasi. Banjir kiriman Bogor via Ciliwung, misalnya, masih menghantui Jakarta. Begitu pula di sejumlah wilayah yang memang bukan "daerah kerja" lima sungai di daerah Jakarta timur dan utara yang dijinakkan kanal banjir itu.<br /><br />Tapi setidaknya, menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Budi Widiantoro, mulai beroperasinya Kanal Timur mengurangi sedikitnya enam titik genangan, yaitu di Cipinang, Cipinang Jaya, Pulo Mas, Pulo Gadung, Kelapa Gading, serta Sunter. "Padahal daerah-daerah itu langganan banjir," katanya kepada Tempo di Balai Kota, Kamis (18/2). Pada 2007 lalu misalnya, banjir di perumahan mewah Kelapa Gading mencapai kedalaman 1,5 meter.<br /><br />Sejak awal tahun hingga puncak musim penghujan Februari ini, Budi melanjutkan, daerah-daerah itu bebas banjir. "Termasuk saat ada (debit sungai tinggi) kiriman dari Bogor beberapa hari lalu," katanya.<br /><br />Warga pun mulai menikmati hasil proyek ini. Seorang warga yang sudah delapan tahun tinggal di Cipinang Muara, Ratna, 42 tahun, misalnya, mengatakan, "Baru tahun ini tidak banjir." Ini adalah kasus pertama sejak delapan tahun dia tinggal di kawasan yang lebih rendah dari sekitarnya itu. "Biasanya hujan bentar, air langsung sebetis," katanya.<br /><br />Pasalnya got-got yang biasanya mampet dan jadi penyebab banjir, kini mengalir lancar ke Kali Cipinang. "Sekarang ujan deras lama juga tidak banjir," ujar Ratna tersenyum.<br /><br />Zamriful, 59 tahun, warga RT 7 RW 10 perumahan Cipinang Elok juga mengaku rumahnya bebas banjir. "Paling air tergenang sebentar di jalan, tapi langsung hilang habis hujan berhenti," katanya.<br /><br />Di masa lalu, daerah itu memang sangat ganas. Ngadimin, pak polisi dari pos Kebon Nanas itu, misalnya masih sangat ingat bagaimana banjir besar 2002 merendam kantornya hingga dada.<br /><br />Kaca jendela kantor pecah akibat meja kayu hanyut terhempas gelombang. Dua hari lamanya air tergenang di dalam pos polisi malang itu. "Sampai harus keluarkan sendiri pakai ember," katanya mengenang dengan kecut.<br /><br />Kesibukannya bertambah lantaran harus mengatur arus lalu lintas di depan kantornya, persimpangan Kebon Nanas yang selalu padat. "Panjang genangan air di Jalan DI Panjaitan bisa sampai 300 meter," katanya.<br /><br />Kini kepuyengan Ngadimin berkurang dengan beroperasinya Kanal Banjir Timur itu. Banjir di sekitar posnya tidak lagi sedada, hanya semata kaki saja. <span style="font-weight:bold;">(red/*tif)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-86785542249582368832010-02-09T23:37:00.000+07:002010-02-09T23:38:00.257+07:00Informasi Telah Menjadi Milik Publik<span style="font-weight:bold;">APA</span> lagi yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pers, ketika informasi dalam realitasnya telah menjadi milik publik ? Pada sekitar dua dekade sebelum ini, para pekerja media mungkin masih bisa berbangga bahwa ”informasi adalah kekuatan”. Namun ketika yang dibanggakan sebagai power itu telah menjadi public property, apa pula peran yang masih bisa dimainkan oleh dunia media? Yang dapat disebut sebagai kekuatan, pada akhirnya harus berupa produk kreatif dari pengelolaan apa-apa yang telah menjadi milik publik itu!<br /><br />Renungan itu patut kita ungkapkan bertepatan dengan Hari Pers Nasional pada Selasa 09 Februari 2010 ini. Perkembangan teknologi media, bagaimanapun telah memengaruhi beragam dinamika dalam sikap, cara, dan kebijakan pemberitaan, sebagai konsekuensi dari pemaknaan ruang tentang ”aktualitas”. Bukankah yang sekarang berlangsung berkat dinamika teknologi dan editorial policy, sejumlah peristiwa bergerak menjadi semacam reality show? Maka suka atau tidak suka, penerimaan, filterisasi, dan persepsi publik pun ikut terpengaruh.<br /><br />Kecenderungan dan arah perkembangan yang demikian, diperkuat oleh keterlibatan warga dalam jurnalisme maya, menggerakkan sikap pertanggungjawaban yang tentu berbeda dari fakta-fakta pada setidak-tidaknya satu dekade sebelumnya. Seperti apa bentuk pertanggungjawaban moral dan sosial media, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers? Arahnya harus lebih berkonotasi ke publik. Dan, kecenderungnya, faktor kemasan pesan dalam penyampaian informasi itulah jiwanya.<br /><br />Kita tahu, teknologi media telah mendorong sikap keterlibatan aktif warga dalam sejumlah kasus di republik ini, seperti skandal perseteruan kepolisian versus Komisi Pemberantasan Korupsi, kasus Prita Mulyasari, sel mewah bagi Artalyta Suryani, dan sebagainya. Dinamika itu mesti menggerakkan kebijakan editorial media untuk mengakomodasinya, mengawal, dan tentu memberi arah. Media tak lagi berhak mengklaim diri sebagai ”pemimpin” wacana publik, melainkan ”memfasilitasi” publik dalam berwacana.<br /><br />Reposisi dalam penyajian pemberitaan media akan lebih mengarah pada manajemen penyediaan kanal-kanal yang tepat untuk memfasilitasi akselerasi aspirasi publik. Pada tingkat inilah, independensi sikap media harus berbasis pada parameter kesadaran untuk membangun sebesar-besarnya kemaslahatan bagi rakyat. Kesadaran itu merupakan filterisasi bagi ragam wacana publik sebagai bentuk pertanggungjawaban etika media. Maka yang dibutuhkan adalah prasyarat implementasi kematangan dalam profesionalitas dan kearifan etis.<br /><br />Ideologi etika makin terasa tertatih-tatih dalam mengikuti dinamika teknologi dan sikap media. Orang meributkan perseteruan Luna Maya dengan pekerja infotainment, lalu menyoal tayangan langsung sidang-sidang Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century. Bukankah maknanya, sekencang apa pun arus informasi yang dibutuhkan publik dan difasilitasi oleh media, tetap akan berpulang pada modelnya, kemasannya, sehingga pesan-pesan di balik berita itu sampai secara efektif kepada masyarakat? <span style="font-weight:bold;">(red/*cn)</span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-345989149928149255.post-811884817667419422010-01-22T22:48:00.003+07:002010-01-22T22:51:48.903+07:00ATM Dibobol, Keamanan Rekening Bank Dipertanyakan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZeg3OpdcIJCXnFVY_VhFzzju5BTg6hfLtQKFZKHKcThKmOLkdEGTKjUyqtMgCPuyE5HS5COnhX76rIK5N3v3yDgEnWbI097ESdGKTkpLLLdSdLHnzJyW67MCTRzrW3BxRDWKq7CCjcnln/s1600-h/bobol_atm_card.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZeg3OpdcIJCXnFVY_VhFzzju5BTg6hfLtQKFZKHKcThKmOLkdEGTKjUyqtMgCPuyE5HS5COnhX76rIK5N3v3yDgEnWbI097ESdGKTkpLLLdSdLHnzJyW67MCTRzrW3BxRDWKq7CCjcnln/s200/bobol_atm_card.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5429591824012226738" /></a><span style="font-weight:bold;">WAJAR</span> jika para nasabah bank kini diliputi keresahan. Pasalnya, kejahatan dengan modus pembobolan rekening melalui anjungan tunai mandiri (ATM) menimpa sejumlah orang yang merupakan nasabah dari enam bank terbesar, yakni BCA, Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Permata, dan BII. <br /><br />Ironisnya, salah seorang nasabah mengaku kehilangan Rp 145 juta melalui transaksi ATM hanya dalam waktu tidak sampai dari satu menit. Keenam bank tersebut sudah melapor ke Bank Indonesia. Diperkirakan, kejahatan itu melibatkan sindikat internasional. Dan ditengarai juga ada terlibat oknum bank itu sendiri.<br /><br />Kita yakin, masih banyak nasabah lain yang belum melapor, atau belum tahu posisi rekeningnya ketika kasus ini meledak. Jadi barangkali aksi para pembobol itu sudah meruyak di berbagai kota. Setelah berbagai modus kejahatan pembobolan rekening muncul, kini para nasabah bank pasti mempertanyakan sistem pengamanan simpanannya di bank. Dalam jangka pendek ini, kepercayaan masyarakat pasti terganggu. Yang lebih penting lagi, apa yang harus segera dilakukan ke depan untuk memberi jaminan rasa aman ? Atau kita akan kembali ke jaman batu menyimpan uang di pundi-pundi celengan tanah liat atau bambu.<br /><br />Kemajuan teknologi memang ibarat pedang bermata dua. Pada satu sisi, capaian-capaiannya merupakan berkah bagi umat manusia untuk mendatangkan semaksimal mungkin kemaslahatan, karena akan mempermudah dan memperingan mobilitas hidup mereka. <br /><br />Namun pada sisi lain, kemadaratan juga bisa muncul, bahkan dengan capaian yang terkadang lebih cepat dibandingkan dengan yang mendatangkan kemanfaatan. Dalam konteks ini, tesis teknologi pengamanan selalu bisa diakali dengan antitesis pembobolan.<br /><br />Dalam dunia hukum, perkembangan modus kejahatan itu sering bergerak bagai deret ukur ketimbang teknologi peredaman yang bagai deret hitung. Realitas itulah yang terkadang membuat kita terkaget-kaget karena tiba-tiba muncul modus baru, kreativitas yang pasti lahir sebagai ekspresi dari bias kemampuan berteknologi. <br /><br />Apakah benar berjejaring internasional atau bukan, kini tema diskusi publik yang muncul dari sebuah kerisauan adalah bagaimana memberi jaminan rasa aman kepada para nasabah bank.<br /><br />Kiat-kiat bertransaksi secara aman lewat ATM, kartu kredit, dan semacamnya sudah terus-menerus diberikan, namun faktanya selalu muncul kreativitas baru dalam kejahatan perbankan. Jadi ada masalah sistemik di sini. Maka maksimalisasi sistem pengamanan oleh bank, dan kemampuan aparat keamanan dalam mendeteksi percepatan dinamika cyber crime merupakan kunci yang diharapkan oleh masyarakat sebagai jaminan. Tentu saja, peran lembaga konsumen dalam mengadvokasi nasabah juga sangat membantu.<br /><br />Laporan masyarakat soal pembobolan rekening, dan publikasi media mewartakan sebuah kegawatan. Kalau tidak ditangani dengan cepat, tepat, dan menuntaskan, dipastikan muncul dampak ketidakpercayaan publik terhadap keamanan uang tabungannya. Lalu sejauh mana tanggung jawab bank dalam masalah-masalah seperti ini. <br /><br />Dari perspektif penegakan hukum, ini merupakan tantangan baru bagi kepolisian untuk mengungkap modus dan jaringannya, juga menciptakan atmosfer yang mampu meredam dan membuat jera. <span style="font-weight:bold;">(red/*cn)<br /></span>REDAKSIhttp://www.blogger.com/profile/12846747398629642351noreply@blogger.com0